Judul: The Perks of Being a Wallflower
Pengarang: Stephen Chbosky
Penerbit: MTV Books and Pocket Books (1999)
ISBN: 9780671027346
Jumlah Halaman: 213 halaman
Penerbitan Perdana: 1999
Charlie is a freshman.
And while he's not the biggest geek in the school, he is by no means popular. Shy, introspective, intelligent beyond his years yet socially awkward, he is a wallflower, caught between trying to live his life and trying to run from it.
Charlie is attempting to navigate his way through uncharted territory: the world of first dates and mix tapes, family dramas and new friends; the world of sex, drugs, and The Rocky Horror Picture Show, when all one requires is that perfect song on that perfect drive to feel infinite. But he can't stay on the sideline forever. Standing on the fringes of life offers a unique perspective. But there comes a time to see what it looks like from the dance floor.
The Perks of Being a Wallflower is a deeply affecting coming-of-age story that will spirit you back to those wild and poignant roller-coaster days known as growing up.
Wallflower dari definisi wikipedia diartikan sebagai "a shy or unpopular individual who doesn't socialize or participate in activities at social events. He or she may have other talents but usually does not express them in the presence of other individuals." Dan di novel ini, si wallflower bermasalah yang sebenarnya pandai, sangat berbakat dan juga sangat empatis terhadap orang-orang yang disayanginya adalah Charlie.
Charlie ini anak baru masuk di SMU-nya. Awalnya kukira wajar saja kalau ia tidak (belum) punya banyak teman. Tapi setelah beberapa saat membaca, ternyata bukan sepenuhnya seperti itu. Pertama-tama, ia memang sedang kesepian karena sahabat baiknya sejak kanak-kanak baru saja mati bunuh diri musim panas sebelumnya. Kedua, ia memang seorang yang pemalu, mungkin karena dibesarkan di bawah bayang-bayang kedua kakaknya, satu adalah atlet football jagoan sedangkan yang lain adalah murid terbaik di kelasnya, mungkin juga karena adanya trauma masa kecil yang masih sulit ditembus oleh psikiaternya. Seberapa "rusaknya" si Charlie ini sebenarnya baru kusadari saat ia mengakui bahwa lagu favoritnya adalah Asleep dari Mr. Smith. Lagu yang mengindikasikan insomnia.... atau mungkin juga tendensi suicidal.
Untunglah Charlie kemudian dikenali dan mengenali beberapa orang yang membantunya di masa-masa ini. Di kelas sastra lanjutan, Charlie mendapatkan Bill Anderson sebagai guru, yang langsung mengenali bakat menulisnya. Bill kemudian - dengan cara yang sangat tidak biasa - mendorong Charlie untuk lebih membuka diri dan "berpartisipasi" dengan lingkungannya. Sedangkan Patrick dan Sam adalah senior-seniornya di sekolah yang tak sengaja ditemuinya saat sedang menonton pertandingan football. Sifat Patrick yang amat sangat supel dan Sam yang baik hati memudahkan Charlie berteman dengan mereka, dan bersama merekalah Charlie mulai berkenalan dengan dunia remaja yang lebih luas. Berkenalan dengan galaunya cinta pertama, sakitnya patah hati, memahami deviasi seksual yang terjadi, menghadapi bullying yang terjadi di lingkungan sekolah, mencoba rokok dan ganja, bermimpi menjadi infinite, menyaksikan bahwa kakak-kakaknya ternyata juga bisa galau dan berbuat salah, bertahan diantara family drama di kedua sisi keluarganya, bahkan akhirnya, ia mampu menembus pertahanan traumatis yang terjadi akibat sesuatu yang terjadi saat ia masih bocah. Sebuah twist di akhir cerita yang mampu membuatku terbelalak tak habis pikir. Aduh teganya....
Charlie ini anak baru masuk di SMU-nya. Awalnya kukira wajar saja kalau ia tidak (belum) punya banyak teman. Tapi setelah beberapa saat membaca, ternyata bukan sepenuhnya seperti itu. Pertama-tama, ia memang sedang kesepian karena sahabat baiknya sejak kanak-kanak baru saja mati bunuh diri musim panas sebelumnya. Kedua, ia memang seorang yang pemalu, mungkin karena dibesarkan di bawah bayang-bayang kedua kakaknya, satu adalah atlet football jagoan sedangkan yang lain adalah murid terbaik di kelasnya, mungkin juga karena adanya trauma masa kecil yang masih sulit ditembus oleh psikiaternya. Seberapa "rusaknya" si Charlie ini sebenarnya baru kusadari saat ia mengakui bahwa lagu favoritnya adalah Asleep dari Mr. Smith. Lagu yang mengindikasikan insomnia.... atau mungkin juga tendensi suicidal.
Untunglah Charlie kemudian dikenali dan mengenali beberapa orang yang membantunya di masa-masa ini. Di kelas sastra lanjutan, Charlie mendapatkan Bill Anderson sebagai guru, yang langsung mengenali bakat menulisnya. Bill kemudian - dengan cara yang sangat tidak biasa - mendorong Charlie untuk lebih membuka diri dan "berpartisipasi" dengan lingkungannya. Sedangkan Patrick dan Sam adalah senior-seniornya di sekolah yang tak sengaja ditemuinya saat sedang menonton pertandingan football. Sifat Patrick yang amat sangat supel dan Sam yang baik hati memudahkan Charlie berteman dengan mereka, dan bersama merekalah Charlie mulai berkenalan dengan dunia remaja yang lebih luas. Berkenalan dengan galaunya cinta pertama, sakitnya patah hati, memahami deviasi seksual yang terjadi, menghadapi bullying yang terjadi di lingkungan sekolah, mencoba rokok dan ganja, bermimpi menjadi infinite, menyaksikan bahwa kakak-kakaknya ternyata juga bisa galau dan berbuat salah, bertahan diantara family drama di kedua sisi keluarganya, bahkan akhirnya, ia mampu menembus pertahanan traumatis yang terjadi akibat sesuatu yang terjadi saat ia masih bocah. Sebuah twist di akhir cerita yang mampu membuatku terbelalak tak habis pikir. Aduh teganya....
(oiya, imho, Logan Lerman main bagus sekali di film ini, begitu juga Ezra Miller si pemeran Patrick. Waktu baca novelnya, peran keduanya terasa pas sekali dengan gambaran di buku yang kubayangkan).
Novelnya sendiri dituliskan penuh dalam pov orang pertama, dalam bentuk surat-surat yang dituliskan oleh Charlie kepada siapa saja yang mau membacanya (memang lagi ngetrend nih, sekarang jamannya surat terbuka!!! ^^ ). Surat-surat ini terasa sangat jujur, sehingga pembaca (saya) bukan hanya dapat mengerti apa yang terjadi pada diri Charlie, tapi juga benar-benar merasakan mood dan nuansa hatinya (bahasanya!) Kadang-kadang suratnya pendek dan menyenangkan, seperti menggambarkan keadaannya yang sedang gembira dan exciting terhadap suatu hal. Namun terkadang surat-surat ini panjaaaaang, penuh ocehan tak karuan tentang suatu hal, lalu melompat ke hal yang lain, terus ke lainnya lagi, seperti juga suasana hatinya yang tidak fokus dan kebingungan akan berbagai hal. Anehnya, surat-surat ini tak pernah terasa membosankan. Semuanya mengekspresikan Charlie, dan siapa dirinya sebenarnya, dan bagaimana ia sedang menapaki semua ups and downs yang terjadi di sekolah, di rumah dan di lingkungannya dengan apa adanya. Freshly-and-so-innocently-superb.
Aku suka sekali pada Charlie. I suka Patrick dan Sam. Aku suka Mom and Dad, dan Bro and Sis, dan bahkan Grandad yang rada rasis. Tidak terlalu yakin perasaanku pada Aunt Helen. Aku suuuukaaa Bill - dan semua buku-buku yang ia rekomendasikan pada Charlie. Aku bahkan suka karakter-karakter villain-nya, Brad dan Craig.
Aku suka, pada akhirnya, Charlie dapat melihat semua kejadian yang menimpa dirinya dalam perspektif yang jauh lebih jelas. Mungkin itulah maksud dari judul novel ini. The perks of being a wallflower - keuntungan menjadi seorang pengamat. Charlie jadi lebih mudah mengerti dan memahami keadaan. Benar-benar mengerti.
Aku suka, pada akhirnya, Charlie dapat melihat semua kejadian yang menimpa dirinya dalam perspektif yang jauh lebih jelas. Mungkin itulah maksud dari judul novel ini. The perks of being a wallflower - keuntungan menjadi seorang pengamat. Charlie jadi lebih mudah mengerti dan memahami keadaan. Benar-benar mengerti.
Menurutku, filmnya bagus, tapi novelnya lebih baik 3 kali lipat. Karakter Charlie dan pemikiran-pemikirannya jauh lebih tergali dan menyentuh hati, sedangkan kejadian-kejadian di sekelilingnya dinarasikan dengan jauh lebih jelas. Sudah lamaaaa sekali sejak aku mendapatkan buku tentang kehidupan di masa SMU yang sama sekali tidak membuatku bosan dan mampu membuatku tertambat tak bisa lepas membacanya. Terlebih lagi waktu tahu kalau novel ini ternyata diterbitkan oleh MTV --> baru tahu MTV punya divisi buku, dan kagum bahwa buku yang diterbitkannya ternyata bagus banget. XD
Posting ini dipublikasikan dalam rangka mengikuti event
Baca dan Posting Bareng BBI
Bulan: Juli 2014 - Tema buku: Remaja/Keluarga
Baca dan Posting Bareng BBI
Bulan: Juli 2014 - Tema buku: Remaja/Keluarga
Huwaa pengen baca, tapi pas liat bukunya kok tulisannya kecil dan mepet-mepet jadi males. ahahahha... Semoga diterjemahkan... atau keluar edisi Inggris yang tulisannya lebih gede.
BalasHapusAku sbnrnya baca ebooknya, pdf-nya jg mungil2 begitu. Jd kuubah dl jd epub, br d bisa dibaca nyaman. ^^
HapusSetuju. Semoga ada yg berminat untuk menerjemahkan novel baguuuusss ini.
ahhh aku kepingin nonton filmnya deeeh... udah pernah baca bukunya dan memang suka banget :) terutama sama sam dan patrick.
BalasHapusAku (gak sengaja) ud nonton filmnya duluan mb astrid, baru tahu kl itu diangkat dari buku. Filmnya menarik, tp aku jauh lebih suka novelnya.
Hapusbaik buku dan movie adaptation, dua-duanya bagus.
BalasHapusaku suka cerita charlie yang ngangkat mental health issue, suka dengan setting 80annya, suka dengan soundtrack filmnya, dan tentu aja suka dengan charlie.
untuk scene, aku paling suka bagian 'infinite'
dan, duh, aku kayaknya kelewatan lagu favorit charlie yang mba singgung diatas. jadi pengen revisit. hhee.
lagunya ada di mix tape yang dibuatkan pacar Candace tapi kmd dikasihkan ke Charlie. terus jadi lagu fav dia.
Hapusyuuuk revisit lagi, kalau di novel beberapa kali disebutkan. nah kalau di filmnya, berkali-kali jadi back sound di adegan-adegan yang bikin mbrebes mili air mata itu....