Tampilkan postingan dengan label Biography. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Biography. Tampilkan semua postingan

Jumat, 20 Oktober 2017

Sang Raja Kretek


Judul: Sang Raja
Pengarang: Iksaka Banu
Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia (2017)
ISBN: 9786024243319
Jumlah Halaman: 392 halaman
Penerbitan Perdana: 2017





Lihat sinopsis
Di zaman ketika warga bumiputra masih dianggap sebagai warga negara kelas tiga, Wirosoeseno, Jawa tulen, dan Filipus Rechterhand, Belanda totok, pergi berkelana dan mendamparkan diri ke kota Kudus. Nasib mempertemukan mereka di sebuah pabrik rokok kretek besar yang mempekerjakan ribuan buruh.

Di sana mereka menempa diri dan jatuh bangun bersama di tengah intrik politik, gebalau zaman, serta gelegar perang kemerdekaan. Mereka juga menjadi saksi kejayaan seorang priyayi rendah, yang dikenal dan dihormati sebagai ‘De Koning’, Sang Raja Rokok Kretek, Nitisemito.

Berbekal kerja keras, semangat pantang menyerah, dan kecerdasan pemasaran yang melampaui zaman, Nitisemito berhasil mengubah hidupnya dari seorang mantan kusir dokar menjadi orang terkemuka di zamannya. Pengalaman hidupnya yang layak jadi ilham dan panutan bagi berlapis generasi sesudahnya.


Bagaimana melihat tumbuh, makmur dan jatuhnya sebuah perusahaan rokok kretek terbesar di awal 1900-an, yang melintasi 3 jaman pemerintahan? Novel ini menggambarkan ilustrasi tsb dengan sangat apik, dan unik karena mengambil sudut pandang 2 orang sahabat beda ras yang bekerja di lingkar dalam NV dan menyaksikan (hampir) semuanya.

Adalah seorang Nitisemito, pemilik dan pelopor pembuatan masal rokok bercampur cengkeh yg saat dibakar akan berbunyi kretek-kretek. Di masa kejayaannya, pabrik rokok di kota Kudus ini memiliki buruh linting 10.000 orang. Dan jangan bayangkan jumlah itu di masa kini, ini masa tahun 1930-an, masa di mana restoran dan taman kota menyamakan pribumi dengan anjing, dan Nitisemito ini asli pribumi. Mantan kusir dokar. Priyayi desa tanpa modal kecuali semangat dan kegigihan. Dan dia inilah yang menjelma sebagai De Kretekkonning. Sang Raja Kretek.

Di zaman inilah Gunawan Wirosoeseno, Jawa asli dari lereng Merapi dan Filipus Rechterhand, Belanda totok yang dibesarkan di Batavia, bertemu dan bekerja di pabrik yang sama. Dari mata kedua orang inilah, pergulatan nasib sebuah perusahaan, direka kembali dalam cerita. Diwarnai gejolak dunia dari PD I, resesi ekonomi dunia, hingga akhirnya pecah PD II, kedatangan Jepang, kemerdekaan, hingga agresi militer 1 dan 2 yang akhirnya berhujung pengakuan kedaulatan. Bukan saja keriuhan dari luar yg menandai jatuh bangunnya perusahaan ini, dari dalam sendiri ada perebutan kuasa petinggi-petingginya, faktor internal keluarga Nitisemito, istri-istri, putri-putri, menantu, anak dan cucu yang serta-merta mempengaruhi kelangsungan hidup sepuluh ribu karyawannya.

Aku suka sekali membaca latar sejarah novel ini. Jelas bukan riset separuh hati dan penulisannya renyah, enak sekali untuk dinikmati. Sayang sekali jangkauan sejarah hanya dapat sedemikian saja. Dramatisasi novel ini memilih untuk tetap berdiri di garis luar keluarga Nitisemito. Mengapa dan bagaimana ia memilih pewaris, melewati Mas Soemadji dan langsung pada Akoean Markoum tetap menjadi tanya bagiku. Demikian juga, nanti saat roda berputar dan Akoean tersisihkan oleh Soemadji. Masih banyak sekali yang belum terjelaskan, terutama mengenai insiden penggelapan cukai rokok yg menodai catatan karir dan hidup Karmain tersebut. Hubungan Nitisemito dan Bung Karno, atau pergerakan kebangsaan yg lain, hanya tersiratkan, tak pernah tersurat. Kepribadian sang raja tidak utuh, sosoknya terlihat dari luar, namun membiarkan rahasia-rahasianya tetap tersimpan. Novel ini tampaknya tidak mau menjadi segala tahu, atau sok tahu menawarkan satu sisi cerita yang belum tentu sepenuhnya benar.

Sebagai tambahan, nasib Hans Rechterhand, putra tunggal Filipus, menggedor dengan ketragisannya. Meski dituturkan sangat minim, pesannya tersampaikan dengan penuh.

5* untuk cerita ini. Iksaka Banu berhasil kembali memukauku setelah Semua Untuk Hindia beberapa tahun lalu. Saatnya berburu kumcer Ratu Sekop yang masih belum mau muncul di tokbuk sekitarku. Mungkin benar-benar hrs pesan online inih.... :')




https://www.goodreads.com/review/show/2147776634

Kamis, 21 April 2016

A Golden Web


Judul: A Golden Web
Judul Asli: A Golden Web
Pengarang: Barbara Quick
Penerbit: Penerbit Atria (2011)
ISBN: 978-979-02-4472-6
Jumlah Halaman: 274 halaman
Penerbitan Perdana: 2000




Lihat sinopsis
Alessandra Giliani adalah seorang remaja berotak cemerlang. Kecintaannya terhadap literatur dan ilmu pengetahuan sangat besar. Sayangnya, dia seorang perempuan. Pada masa itu, kaum perempuan terhormat tidak berhak menjadi apa pun selain menjadi ibu rumah tangga atau biarawati.

Didorong oleh hasrat dan tekadnya yang sangat kuat, dia menempuh perjalanan berbahaya ke Bologna, untuk mewujudkan cita-citanya belajar ilmu kedokteran—meskipun harus menempuh bahaya dan menyamar sebagai seorang pemuda!

Dalam penyamaran di kota yang penuh mata-mata dan kaum cendekia itu, Alessandra menemukan cinta yang tidak pernah dia sangka-sangka. Meskipun aturan dan anggapan umum dalam masyarakat saat itu merendahkan kaumnya, dia berhasil membuktikan bahwa perempuan memiliki kapasitas yang sama bahkan terkadang melebihi kapasitas yang dimiliki kaum lelaki.

Dalam penggambaran hebat dari kisah yang sudah berusia berabad-abad tentang Alessandra Giliani, ahli anatomi perempuan pertama di dunia, penulis memberikan drama, romansa, dan detail sejarah yang kaya kepada para pembacanya mengenai tokoh utama perempuan yang tidak terlupakan—dan tidak dapat dilupakan.


Selamat Hari Kartini!!!

Yup, tanggal 21 April memang selalu kita peringati sebagai Hari Kartini. Sayangnya yang sering dikonotasikan dengan hari ini lebih banyak pada kewajiban memakai baju tradisional buat para ibu dan lomba masak nasi goreng buat bapak-bapak. Hadeeewww.... Bisa-bisa ibu kita Syahrini Kartini nangis kalau tahu gitu... susah-susah dulu bikin sekolah buat cewek pribumi, eh yang diingat malah kebayanya.... :p :p :p

Untuk postingan hari spesial ini, aku ingin mereview sebuah novel hisfic/biografi versi anak-anak dari seorang gadis Italia bernama Alessandra Giliani yang hidup di awal abad 14. Alessandra ini kemudian dikenal sebagai ahli anatomi perempuan pertama di dunia, meskipun jalan yang harus dilauinya sangat berliku.

Sama seperti Kartini, Zan-zan juga seorang gadis yang pandai, berpandangan maju dan haus ilmu pengetahuan. Ia dibesarkan di rumah yang penuh buku-buku terbaru (ayah Alessandra adalah pedagang buku dan manuskrip yang membawa masuk ilmu pengetahuan dari Timur Jauh ke Eropa), namun dalam era di mana seorang perempuan terhormat hanya bisa jadi istri atau biarawati. Zan-zan menginginkan hal yang lebih. Ia ingin menjadi dokter agar dapat menolong orang banyak. Keinginannya ini berawal saat masih kanak-kanak, ia tak sengaja menolong seorang biarawan yang menjadi guru kakaknya saat tersedak sepotong daging dan mengalami kejadian bahwa dengan pertolongan dan tepat dan cepat, nyawa seseorang dapat diselamatkan dari kematian.  

Tahun-tahun berlalu, Zan-zan yang beranjak remaja malah dipingit dan dijodohkan pada seseorang terhormat, putra rekan bisnis ayahnya. Dengan pertolongan kakak dan beberapa teman dekatnya, ia malah memilih kabur ke Bologna, dan dengan segala upaya menjadi murid kesayangan Mondino de'Luizzi, seorang dokter yang mendalami anatomi tubuh manusia, tentu saja dengan cara menyamar sebagai seorang pemuda bernama Sandro.

Kenyamanan menghirup segala ilmu dan pengetahuan yang diinginkannya kemudian pelan-pelan terkikis saat satu demi satu orang mengetahui rahasianya. Meskipun banyak yang bersimpati kepadanya, dan Zan-zan sempat pula menikmati hari-hari bahagia bersama kekasih hatinya, namun akhir yang tragis tetap menantinya.



Membaca kisah Alessandra Giliani ini seperti déjà vu kisah-kisah perempuan cerdas yang hidup sebelum jamannya. Seperti Kartini, ia harus rela dipingit dan dijodohkan di luar kemauannya. Seperti Dae Jang Geum ia sangat berbakat dalam ilmu pengobatan dan pembedahan. Seperti Ciok Eng Tai pula ia harus rela menyamar jadi pria untuk menimba ilmu. Déjà vu juga saat membaca akhir kisah Alessandra Giliani ini.


Yang paling aku suka dari kisah hidupnya ini adalah bahwa Alessandra punya pikiran terbuka dan keinginan kuat untuk "menyatukan" apa yang ia katakan sebagai ilmu kedokteran umum dan pengetahuan kesehatan wanita. Di jaman saat bidan dan ahli ramu-ramuan yang mengobati penyakit-penyakit perempuan dan masalah-masalah persalinan dipandang sebelah mata oleh mayarakat, Alessandra tidak ragu-ragu untuk menimba ilmu dari kedua pihak. Setelah mengikuti kuliah kedokteran pada dokter-dokter terkemuka, ia juga menyenggangkan waktu untuk mempelajari dan menterjemahkan kitab ramuan dari Dame Edita, seorang "dukun" pengobatan (ini adalah jaman saat wanita yang pandai menggunakan ramuan herbal dengan mudah dituduh sebagai penyihir oleh kaum cendikiawan dan otoritas Gereja). Alessandra juga digambarkan pernah berdiskusi dengan gurunya, Mondino, tentang kemungkinan membedah perut wanita yang kesulitan dalam melahirkan. Prosedur C-section di abad ke-12?? Sayangnya, semua keinginannya ini tidak kesampaian. Bahkan teknik-teknik yang dikembangkan Alessandra untuk mempelajari anatomi kadaver sampai pada struktur vena terhalus pun juga hilang dari catatan sejarah, tanpa jejak, kemungkinan telah dihancurkan saat rahasia Sandro terbongkar pada publik.  


Novel biografi yang ringan dan cocok untuk pembaca muda. Meskipun dikisahkan tidak terlalu mendalam dan dalam nada santai yang tidak menekan, tapi cukuplah untuk berkenalan dan mengagumi sosok wanita muda yang cerdas ini. Sedikit kurang puas di bagian akhirnya, karena aku tidak menemukan kejelasan mengapa Alessandra ini tiba-tiba saja jatuh sakit dan meninggal. Seperti menikmati arus air yang mengalir tenang menyenangkan, lalu tiba-tiba... jedhet.... habis... bubar... #eh

Tapi yang pasti, membaca kisah ini bikin aku tambah sadar, kalau aku ini sungguh beruntung, hidup di dunia di mana pendidikan dan pengetahuan terbuka lebar, untuk semua orang, laki-laki dan perempuan. Tidak seperti Kartini atau Alessandra atau tokoh-tokoh yang kusebut di atas, sampai perlu sembunyi-sembunyi dan menyamar untuk bisa belajar. Hidup para Kartini semua!!


Tentang Alessandra Giliani

Tokoh Alesandra Giliani ini benar-benar tokoh nyata, meskipun tidak banyak catatan sejarah tentang dirinya. Fakta-fakta yang masih tertinggal semuanya ternovelisasi dalam buku ini. Dikatakan juga bahwa ia dimakamkan di depan patung Madonna delle Lettere di Rumah Sakit Santa Maria del Mareto di kota Florence.

Sebuah plakat peringatan dibuat oleh Otto Agenius Lustrulanus, seorang murid Modino yang lain. Di novel ini, Otto resmi telah menikahi Alessandra, namun di plakat yang ada, menyebutkan nama Alessandra Giliani, a maiden of Persiceto.

Source: Medical Terminology Daily





https://www.goodreads.com/review/show/1615698130

Selasa, 20 Mei 2014

Lapar


Judul: Lapar
Judul Asli: Sult
Pengarang: Knut Hansum
Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia (2013)
ISBN: 978-979-46-1850-9
Jumlah Halaman: 284 halaman
Penerbitan Perdana: 1890




Bagaimana mungkin seseorang yang sedemikian laparnya, lapar dalam artian yang sangat harafiah, masih punya kemampuan untuk mempertanyakan moralitasnya sendiri. Ia merasa bersalah karena menggadaikan selimut pinjaman, dikejar-kejar dosa saat menerima uang kembalian yang bukan haknya, bahkan malu saat tak mampu memberi recehan pada seorang pengamen, padahal ia sendiri dalam keadaan melilit karena sudah berpuluh jam tanpa makanan.

Selasa, 23 April 2013

Tawanan Benteng Lapis Tujuh



Judul: Tawanan Benteng Lapis Tujuh: Novel-Biografi Ibnu Sina
Judul Asli: Sajin Qal'ah al-Aswar as-Sab'ah
Pengarang: Husayn Fattahi
Penerbit: Penerbit Zaman (2011)
ISBN: 9789790242661
Jumlah Halaman: 295 Halaman
Penerbitan Perdana: 2009



"Berhati-hatilah Syaikh. Mungkin kedamaian nisbi lebih baik daripada keadilan nisbi!"
---Syams ad-Dawlah--

Dari Sinopsis:
BUKU ini mengurai rekam-jejak perjalanan hidup dokter-filsuf muslim terkemuka, Ibnu Sina (908–1037), sejak masa kecil di Bukhara hingga ia bersentuhan dengan penguasa, dan hidup dari istana ke istana sebagai dokter pribadi sultan. Sebagaimana harga yang mesti dibayar oleh cendekiawan yang menceburkan diri ke dalam kubangan kekuasaan, Ibnu Sina berhadapan dengan siasat jahat, tipu-daya, dendam-kesumat akibat kedengkian para petinggi istana lantaran perhatian khusus yang diperolehnya dari sultan. 
Kemudian, saat menjabat sebagai perdana menteri di pemerintahan Syams ad-Daulah (Hamdan), ia nyaris terbunuh lantaran kebijakannya dianggap tidak berpihak pada angkatan bersenjata, dan pada masa kekuasaan Ala ad-Daulah, ia harus mendekam di penjara berlapis tujuh. Namun, dalam kekalutan dan ketidaknyamanan itulah Ibnu Sina melahirkan magnum opus Al-Qânûn fî at-Thibb dan As-Syifâ’ yang telah menggemparkan khazanah keilmuan—khususnya kedokteran—di seluruh belahan dunia.


As-syaikh Ar-Rais Abu Ali Ibn Sina (908-1037), atau lebih dikenal oleh dunia kedokteran barat sebagai Avicenna, adalah seorang filsuf, pujangga, ilmuwan, politikus, dan yang terpenting seorang dokter yang cakap. Ia mengambil dasar-dasar ilmu pengetahuan dan logika, menggunakan metode ilmiah untuk mencari penawar untuk pasien-pasiennya. Sayangnya, kecakapan ini kemudian juga menjerumuskan beliau dalam intrik politik yang berkepanjangan. Kekeraskepalaan beliau dalam mendukung kebenaran dan keadilan tidak bersanding dengan mulus dalam kehidupan istana dan perebutan kekuasaan. Berulang kali hidup dalam kemewahan, kemudian jatuh dalam pelarian, menjadi perdana menteri lalu dikurung dalam penjara, kemegahan dan kehinaan datang silih berganti, hingga di akhir hayatnya, ia juga harus berpisah dari sang istri. Namun di antara kegetiran tersebut, lahirlah karya-karya brilian beliau yang menjadi dasar dalam dunia kedokteran modern.

Sesuai dengan tag pada judulnya, ini adalah sebuah novel-biografi. Ditulis dari sudut pandang orang pertama, Ibn Sina, tetapi diceriterakan dalam bentuk novel. Memuat garis besar perjalanan hidup beliau sejak masih kanak-kanak 10 tahun hingga akhir ajal menjelang. Pada bagian-bagian awal, perjalanan ini dikisahkan dengan sangat padat dan tergesa, seperti mambaca daftar riwayat hidup. Tetapi setelah 4-5 bab kemudian, cerita mengalir cukup lancar.

Sebagai bahan perkenalan kepada seorang Ibn Sina buku ini cukup memadai, namun secara esensi, tidak sepenuhnya terangkum di sini. Kebrilianan beliau dalam bidang medis sangat minim ditonjolkan, sedangkan kekuatan kepribadiannya dilukiskan kurang mendalam dan datar. Tetapi sekali lagi, Avicenna adalah seorang filsuf-ilmuwan muslim terbesar 10 abad yang lalu. Untuk merangkum keseluruhan jalan hidupnya dalam 294 halaman adalah hal yang mustahil. Novel ini mampu menjawab pertanyaan siapa Ibn Sina, tetapi belum menjawab seperti apa beliau semasa hidupnya.





http://www.goodreads.com/review/show/159337997

Kamis, 11 April 2013

Biografi Angka Nol


Judul: Biografi Angka Nol
Judul Asli: Zero: The Biography of a Dangerous Idea
Pengarang: Charles Seife
Penerbit: e-NUSANTARA  (2008)
ISBN: 9789791583664
Jumlah Halaman: 340 halaman
Penerbitan Perdana: 2000
Literary Awards: PEN/Martha Albrand Award for First Nonfiction Writers (2001)




Inilah kisah tentang angka nol,dari saat kelahirannya di masa kuno hingga perkembangannya di Timur, perjuangannya agar dapat diterima di Eropa, pengaruhnya di Barat, serta ancamannya terhadap fisika modern. 
Inilah kisah orang-orang yang berjuang mencari makna sebuah angka misterius. Kisah para pelajar, ahli nujum, ilmuwan, serta para pemuka agama yang terus berusaha memahami angka nol.
Dan inilah kisah tentang usaha dunia Barat yang gagal melindungi dirinya dari ide Timur. Tentang paradoks yang diajukan oleh sebuah angka yang lugu tanpa dosa. Angka yang membingungkan pemikiran paling waras abad ini serta menyimpan ancaman serius yang mampu membongkar rahasia seluruh kerangka pemikiran ilmiah.
[dikutip dari Chapter O, halaman 2-3]


Awal ketertarikan membaca buku ini adalah karena membaca review keren seorang teman di sini, tp baru kesampaian sekarang. Bukunya sendiri didapat di fest buku semarang 2011, di sebuah sudut belakang timbunan buku, bertumpuk skt 20an biji, berdebu (untung masih dalam segel plastik), dan dijual murah, 10 ribu aja. 

Judul aslinya adalah Zero: The Biography of a Dangerous Idea, yang rasanya lebih pas, karena di dalamnya lebih memfokuskan pada bagaimana si angka Nol (beserta semua ide berbahaya, merusak dan konsekuensi yang mengiringinya) ini muncul, ditolak, diterima, didewakan, dianggap bidah, terpaksa diterima, dipelajari, digunakan untuk menjelaskan fenomena sekaligus mementahkan penjelasan tentang fenomena tersebut. Perwujudan ide nol melintas saat sains mencoba menjelaskan tentang lubang hitam jagat raya pada ide relativitas umum Einstein, lalu ia menampakan diri lagi pada dimensi atomik dalam bentuk ketakberhinggaan energi dalam mekanika kuantum (untuk bacaan yang lebih "ngilmiah", dipersilahken menuju review di atas).

Aniwei, selain ranah sains, ternyata angka nol muncul keseharian kita, misalnya beberapa fakta menarik ini:

0. Tidak ada tahun ke-nol dalam penanggalan yang umum kita gunakan sekarang ini (kalender Masehi, Anno Domini). 
Karena tidak adanya tahun 0 AD/M, maka sedetik sebelum 1 Jan 1 adalah 31 Des 1 BC/SM. Deret tahun yang benar menurut penanggan ini adalah: ..., 3 BC, 2 BC, 1 BC, 1 AD, 2 AD, 3 AD,.... 
Misalnya seorang bayi lahir pada 1 Jan 3 BC, berapa umurnya saat 1 Jan 3 AD? 3 - (-3) = 6 tahun? Yup...salah besar. 
Ini kenyataannya, pada 1 Jan 2 BC si bayi berumur 1 tahun, 1 Jan 1 BC si bayi berumur 2 tahun, (lalu ingat di sini tdk ada tahun 0), 1 Jan 1 AD si bayi berumur 3 tahun, 1 Jan 2 AD si bayi berumur 4 tahun, dan pada 1 Jan 3 AD si bayi berumur 5 tahun. 
Tahun nol bukan saja tidak dihitung, lebih dari itu... ia tidak ada!

1. Masih seputar penanggalan, sebagian besar orang ternyata menyambut datangnya milenium ke-3/abad ke-21 di waktu yang salah. Jika waktu penanggalan dimulai pada 1 Jan 1, maka 1 tahun kemudian adalah 1 Jan 2, 10 tahun kemudian adalah 1 Jan 11, 100 tahun (abad) kemudian adalah 1 Jan 101, dan 1000 tahun (milenia) kemudian adalah 1 Jan 1001. Jadi... 2000 tahun kemudian adalah 1 Jan 2001, bukan 1 Jan 2000. Walah...

2. 0 adalah angka sebelum 1, bukan setelah 9. Lalu mengapa tuts keyboard meletakkan angka 0 di kanan tuts angka 9, dan tuts telepon dan atm meletakkannya di barisan paling bawah?

3. Seni lukis realis 3 dimensi menggunakan konsep angka 0 untuk menggambarkan vanishing point (titik perspektif), sehingga obyek lukisan yang paling dekat dengan pengamat terlihat paling besar, sedangkan obyek yang makin jauh terlihat main kecil, akhirnya hilang di satu titik (nol, sekaligus tak berhingga). Dipelopori oleh arsitek Italia Filippo Bunelleschi di tahun 1425 dan disempurnakan oleh Leonardo DaVinci.

4. Kata Zero diambil dari bahasa Hindi Sunya yang artinya kosong (ingat kata "sunyi" dalam bahasa indonesia), diserap dalam perbendaharaan kata Arab menjadi sifr dan kemudian dilatinkan menjadi zephirus. Kata sifr ini juga mendasari kata ciphers dan kata digit dalam bahasa Perancis: chiffre.
Kata algoritma (algorythm) diambil dari nama (Muhammad ibnu Musa) al-Khawarizmi, ilmuwan matematika pertama dari Bagdad. Beliau juga yang menulis buku al-Jabr wa al-Muqabala (penyelesaian persamaan dasar) yang menjadi dasar kata Aljabar. 

5. Angka 0 ternyata datang tidak sendirian. Ia membawa kembarannya, si angka tak-berhingga, dan mereka bermain bersama-sama angka imajiner (i dan -i). i adalah bilangan yang melambangkan √-1. Hebatnya matematika, bisa menghitung bilangan yang bahkan tidak nyata. :p

Selasa, 12 Februari 2013

Kisah Hidup Paman Gober: Edisi Bundel



Title: Kisah Hidup Paman Gober: Edisi Bundel
Original Title: The Life and Times of Scrooge McDuck
Author:  Don Rosa
Publisher: Penerbitan Sarana Bobo (2012)
ISBN: 9792351345
Pages: 498 pages
Original Published Date: 1984





Seperti.... membaca biografi seorang tokoh, atau malah... perjalanan untuk lebih mengenal seorang teman lama. Disusun dalam 12 Chapter dan dilengkapi beberapa kisah tambahan, novel grafis ini menceritakan kisah hidup Paman Gober semenjak masih kanak-kanak di Skotlandia, berimigrasi ke Amerika dan berpetualang ke seluruh penjuru dunia (termasuk ke Jawa saat Gunung Krakatau meletus), mengenal berbagai tokoh seperti Teddy Roosevelt hingga para bandit Wild West kayak Sundance Kid dan Butch Cassidy, juga cerita-cerita perkenalannya dengan Gerombolan Siberat dan kisah cinta tak berlanjutnya pada Glittering Goldie, hingga akhir kisah yang menjembatani dengan kisah Donal Bebek dan ketiga keponakannya. Paman Gober juga pernah muda lo. Ia tidak menjadi kaya dengan mudah. Ia tidak pelit karena ingin jadi pelit. Kehidupan yang keras selama bertahun-tahun membuatnya menjadi seperti Paman Gober yang kita kenal sekarang.

Novel grafis ini dicetak 500 halaman full color dan dengan kualitas kertas yang apik, sehingga menjadikannya sangat enak untuk dinikmati. Tidak heran kalau langsung jadi salah satu buku favoritku. Salam hormat untuk Don Rosa dan Carl Barks.


***

Untuk edisi terjemahnnya ini, sayangnya untuk Chapter 10: The Invader of Fort Duckburg (Serbuan ke Benteng Kota Bebek) nama-nama tokohnya "lupa" diterjemahkan dalam nama-nama yang biasa dipakai di album Donal Bebek. Semisal Dora, si Nenek Bebek masih memakai nama Elvira, begitu juga Dabney, Daphne, Eider, dan Quackmore yang biasanya di-Indonesiakan menjadi Wili, Trince, Andolf dan Kweker (seperti juga gambar dengan silsilah Keluarga Bebek di hal. 42). Sedikit janggal dan mengganggu. Itu saja.





http://www.goodreads.com/review/show/460369104

Rabu, 16 Januari 2013

The Invention of Hugo Cabret

Judul: The Invention of Hugo Cabret
Judul Asli: The Invention of Hugo Cabret
Pengarang: Brian Selznick
Penerbit: Bentang Pustaka (2012)
ISBN:  9780439813785
Jumlah Halaman: 534 halaman
Penerbitan Perdana: 207
Literary Awards: Caldecott Medal (2008), Book Sense Book of the Year Award for Children's Literature (2008), Flicker Tale Children's Book Award (2009), Deutscher Jugendliteraturpreis Nominee for Kinderbuch (2009), NAIBA Book of the Year for Children's Literature (2007), etc.


Novel yang sangat-sangat unik, karena di sini ilustrasi grafis bukan hanya menjadi pendukung pelengkap narasi, melainkan sama-sama menjadi pemeran utama yang mengisahkan lakon Hugo (dan juga Georges Méliès) dengan apik. Separuh dari cerita disampaikan dalam bentuk silent graphic novel (yaitu ilustrasi hitam putih pensil), sambung menyambung dengan separuh bagian lagi yang dituliskan dalam bentuk narasi-narasi pendek setengah halaman. Jika dibaca sambil membayangkan musik instrumental tahun bahuela, sungguh mengingatkan pada silent movies era Charlie Chaplin.

Kisahnya sendiri bercerita tentang Hugo Cabret, seorang bocah yang tinggal di stasiun kereta api dan sehari-hari bertugas memastikan semua jam di stasiun berjalan sempurna. Di sela-sela tugasnya, ia terobsesi untuk memperbaiki sebuah automaton, sebuah mesin mekanis berbentuk boneka manusia yang bisa menulis. Karena benda inilah ia akhirnya bertemu dengan Isabelle dan ayah angkatnya, Georges Méliès.


Marie-Georges-Jean Méliès
source: wikipedia
Sebagai catatan, walau kisah novel ini adalah rekaan semata, Georges Méliès, adalah tokoh nyata dan sering dipandang sebagai Bapak Film Fantasi dan SciFi. Beliau salah satu pelopor penggunaan special effects dalam pengambilan gambar film. Salah satu film karyanya yang disebut dalam novel ini adalah Le Voyage dans La Lune (Trip to the Moon)

Lebih lanjut dapat dibaca tentang Georges Méliès dari wikipedia dan tentang masterpiece-nya Trip to the Moon (1902)

Le Voyage dans La Lune dapat di download dari Silent Movies Archive (apprx 14m)




Satu hal yang sedikit mengganggu dalam menikmati buku ini adalah format buku yang berukuran standard 14 x 21 cm, sedangkan kebanyakan ilustrasinya berukuran 2 kali lipat, sehingga ilustrasi-ilustrasi tersebut terpotong dalam proses penjilidan punggung buku. Padahal kualitas kertas dan cetakannya lumayan bagus. Hitamnya kelam dan shading dan arsiran abu-abunya cukup jelas. Sayang sekali!



*Updated 15Feb12*

Habis nonton film Hugo karya Martin Scorsese yang diadaptasi dari buku ini.




Sebagian jalan ceritanya berubah, terutama dengan tidak adanya tokoh Ettiene yang menjadi penghubung antara Hugo dan Isabel dengan masa lalu Georges Melies. Peran ini diberikan kepada Monsieur Labisse, si pemilik toko buku bekas.

Alur pengkisahannya, saya lebih suka yang dituturkan di buku, namun sebagai gantinya, Scorsese lebih memberi porsi pada tokoh-tokoh lain dalam cerita (selain Hugo dan Georges Melies). Isabel, Jeanne Melies, M. Labisse, Inspektur Stasiun, Nona Penjual Bunga yang cantik, Pemilik Cafe dan 'Pengunjung Setia'-nya, semua menjadi lebih hidup dan berkarakter. Scorsese juga memberikan cinematography yang sangat-sangat halus dan indah. Uniknya lagi, dalam semua wide scene-nya, selalu tampak menara Eiffel, meski kadang mungil di ujung layar. 

Unsur lain, persembahan film ini untuk tokoh Georges Melies jauh lebih terasa. Banyak potongan adegan yang diadaptasi dari film-film lama Melies (dan silent movies lainnya). Jika dalam buku lebih bercerita tentang petualangan seorang Hugo Cabret untuk memperoleh masa depannya, maka dalam film lebih berfokus pada perjuangan Georges Melies untuk mendapatkan masa lalunya kembali.


Baik Brian Selznick maupun Martin Scorsese layak dapat acungan jempol!!! Seep.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

My Recent Pages

Recent Posts Widget