Judul: Uglies (Uglies Series #1)
Judul Asli: Uglies (Uglies Series #1)
Pengarang: Scott Westerfeld
Penerbit: Penerbit Matahati (2010)
ISBN: 9786028590129
Jumlah Halaman: 432 halaman
Penerbitan Perdana: February 2005
Di dunia yang luar biasa rupawan, setiap orang adalah buruk rupa
Membaca premis awal buku ini, sebenarnya saya sudah tidak terlalu berminat. Apa sih yang mau digali dari dis-utopia operasi plastik? Ada orang yang gak mau dioperasi? Terus kenapa?? Apalagi saat saya pertama melihatnya adalah tepat setelah trilogi Hunger Games. OK, it's not for me, I had enough with YA dys-utopian worlds, move on. Beberapa bulan kemudian, kebetulan mendatangi obralan penerbit Matahati di kantornya yang entah di mana itu, dan yaah... karena dijual sangat obral jadi tergoda juga untuk membelinya. Jadilah seri ini menghuni timbunan dosa cukup lama dan baru sekarang sempat terbaca.
Ternyata lumayan juga ceritanya. Apalagi diceritakan dengan sangat mengalir dan sama sekali tidak berat. Ada bagian yang sedikit terlalu memaksakan tentang kepedulian lingkungan (tidak separah Max Ride yang terakhir itu) sih, tapi tetap saja terasa.
Jadi, menurut setting kisah ini, sekitar 300 tahun lagi, dunia yang kita kenal sekarang (struktur ekonomi, politik, teknologi bahkan kehidupan) sudah benar-benar hancur. Ketergantungan 'orang-orang Rusty' terhadap sumber daya minyak menjadi pemicunya dan karena ada sejenis kuman yang menyerang minyak bumi, menjadikannya tidak stabil dan mudah meledak, maka terjadi kekacauan hebat dan peradaban kembali ke titik nol. Dari situ dibangun kembali peradaban baru di mana hanya digunakan sumber energi yang dapat diperbarui dan dilakukan pembatasan jumlah penduduk. Selain itu, untuk menghilangkan diskriminasi dan menyamakan kasta semua orang, maka begitu seseorang berulang tahun ke-16, dilakukan operasi plastik total yang menjadikannya rupawan menurut standar tertentu. Jika semua orang sama, maka tidak ada lagi kebencian, iri, rasa cemburu, deelel deesbe. Ditambah lagi, karena majunya teknologi yang dimiliki, kaum rupawan ini semua kebutuhannya dipenuhi, jadi tidak perlu bekerja, dan hanya perlu bersenang-senang seharian. Memang sih masih ada beberapa profesi yang terbuka, seperti dokter, pengawas atau penjaga lingkungan, namun itu semua tidak wajib.
Di sinilah titik awal perbedaan premis buku ini dengan semua buku dis-utopian lain manapun yang pernah saya baca. Meskipun di negeri para rupawan ini masih ada komite ala Big Brother, namun semua warganya hidup cantik sempurna, senang, gak makan ati, boleh berpesta seharian, lapar tingal minta apa saja, mau baju dikasih selemari, minta mobil disediakan di depan kamar, malah hiburan dan kesenangan itu wajib hukumnya. Kalau begini dunia dis-utopianya, kan gak ada salahnya to? Ngapain memberontak? Itu juga pikiran saya awalnya, tapi kemudian dipikir-pikir, kalau saya yang hidup di situ, pasti banyak hal yang ingin saya lakukan, membaca seharian, belajar sekian banyak bahasa di dunia, belajar menggambar, bikin keramik, membatik, traveling, berkebun, pergi memancing, apa saja selain 'hanya' berpesta seharian. Tapi itu saya yg sekarang dan mungkin bukan saya yang dulu saat berumur 16 tahun *(kapan itu? sekitar 10 tahun yang lalu..?!? Wakaka, you wish!)* *lalu terkejut lihat umur sendiri di ktp* ^_^' Nah, kenapa kaum rupawan ini tidak melakukannya?
***
Tally Youngblood, nyaris berumur 16. Umur ketika seseorang berubah dari kaum buruk-rupa (Uglies) menjadi dewasa dan diterima di dunia rupawan baru (Pretties). Namun sekian hari sebelum hal itu terjadi, sahabat barunya, Shay menolak di-rupawan-kan dan malah minggat ke sebuah pemukiman antah berantah bernama Smoke. Tally mendapat mandat dari Dr. Cable, pimpinan Special Circumstances, untuk mencari tahu letak Smoke sebenarnya dan membawa Shay pulang, sebelum ia dapat di-rupawan-kan. Tally memang kemudian tanpa banyak halangan dapat menemukan Smoke, tapi di luar dugaannya, ia juga menemukan David, seseorang yang benar-benar lahir dan dibesarkan jauh dari kota-kota kaum Ugly/Pretties. Orang tua David, Maddy dan Az, keduanya dulu adalah dokter-dokter yang melakukan operasi rupawan, namun kemudian mereka menemukan rahasia sebenarnya dari proses operasi itu. Proses yang bukan saja merubah tampilan fisik seseorang, tapi juga mengubah pola pikir mereka menjadi dangkal, penurut dan tidak memikirkan hal lain kecuali kesenangan semata. Menghilangkan rasa ingin tahu mereka, emosi, ambisi, bahkan kemampuan untuk menganalisa dan mengambil keputusan. Hal-hal yang membuat mereka jadi lebih mudah diatur. Semua hal yang membuat seorang manusia... manusiawi.
Lalu sebelum Tally mampu mencerna ini semua, pemukiman Smoke telah dihancurkan, semua warganya tertangkap atau mati, termasuk Shay dan orang tua David. Tally dan David lolos dan bertekad untuk membebaskan warga Smoke yang ditahan sebelum mereka dirubah menjadi rupawan. Namun selama ditangkap, Maddy malah berhasil menemukan hal lain yang lebih mendesak, proses perubahan pola pikir itu ternyata dapat dibalikkan. Namun itu semua hanya teori. Harus ada bukti. Harus ada sukarelawan...
***
Fiiuuu.... akhirnya menggantung sekali. Sepertinya ini lebih layak dibilang satu kisah panjaaang yang dipotong menjadi 3 bagian. Potongan pertamanya cukup solid, tapi belum ada satupun konflik yang terpecahkan, malah lebih banyak pertanyaan yang timbul dari beberapa halaman terakhir buku.
Karakter utamanya, Tally Youngblood ini, sebenarnya cukup tangguh, tapi terlihat masih belum terlalu matang, masih bisa disetir ke kiri ke kanan disuruh ini itu. Juga meskipun beberapa kali memperlihatkan pendiriannya, lebih sering ia bertindak karena tuntutan keadaan. Ia pergi mencari Shay karena itulah yang harus dilakukan untuk dapat menjadi rupawan. Ia membantu David menyelamatkan warga Smoke karena merasa bersalah. Ia bersedia menjadi rupawan karena ingin membantu Shay (lagi). Bukan ia melakukan sesuatu karena ia memang ingin melakukan itu. Titik. Berbeda denga Shay yang dari awal memang sudah lebih berani dan berlaku suka-suka gue. Meskipun, seperti kata David, ia masih suka berubah-rubah pendirian, namun kekuatan karakternya sudah ada dalam dirinya. Baik saat berjuang bersama kaum Smoke maupun saat ia jadi pion Dr. Cable. Argumentasinya saat menolak pengobatan Maddy sangat masuk akal, bahkan jika diucapkan oleh seorang rupawan. Ia juga tergambarkan cukup pandai untuk melihat fakta-fakta yang ada dan mengambil kesimpulan yang tepat, seperti pada kejadian sarung tangan dan kedatangan kaum Specials. Seharusnya Shay saja yang jadi tokoh utama, lebih seru. #disabethovercarft
Untuk David sendiri, haduuuhh... dari mana saya harus memulai. Dari awal tokoh ini digadang-gadang jadi penyelamat kaum Ugly yang ingin lari ke Smoke. Di Smoke sendiri ia jadi salah satu pemimpin tidak resminya. Cakep, rupawan dalam ketidakrupawannannya, jago hidup di alam bebas dan seterusnya dan seterusnya. Tapi, begitu bertemu Tally, langsung menye-menye, kehilangan daya pikir logis dan gak mampu melihat kenyataan yang sudah di depan mata. Plis deh. Bahkan Croy saja bisa menghitung jumlah bekal yang tersisa di ransel Tally. Belum lagi masalah liontin yang jelas-jelas cerita make-believed yang lebih dikarang David daripada Tally sendiri. Terus tentang penghancuran Smoke, ya
Sedangkan karakter antagonis-nya, Dr. Cable, hanya muncul di dua-tiga bab saja, sangat kurang sering menjengkelkan untuk jadi tidak disukai. Semoga di bagian 2 dan 3 nanti lebih kejam dan jahat lagi.
Jadi, dari semuanya, 3 bintang buat pembuka seri Uglies ini. Benar-benar pengin tahu lanjutannya dan bagaimana hidup Shay dan Tally di dunia Pretties nanti.
Nb: Eiya, saya bener-bener suka sama ilustrasi ketiga cover buku di seri ini, apalagi kalo dijajarkan seperti di atas. Tampak jelas perkembangan wajah si tokoh sesuai dengan ceritanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar