Judul: Maryam
Pengarang: Okky Madasari
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2012)
ISBN: 9789792280098
Jumlah Halaman: 280 halaman
Penerbitan Perdana: Februari 2012
Literary Awards: Khatulistiwa Literary Award for Fiksi (2012)
Dari sinopsis:
Tentang mereka yang terusir karena iman di negeri yang penuh keindahan.
Lombok, Januari 2011
Kami hanya ingin pulang. Ke rumah kami sendiri. Rumah yang kami beli dengan uang kami sendiri. Rumah yang berhasil kami miliki lagi dengan susah payah, setelah dulu pernah diusir dari kampung-kampung kami. Rumah itu masih ada di sana. Sebagian ada yang hancur. Bekas terbakar di mana-mana. Genteng dan tembok yang tak lagi utuh. Tapi tidak apa-apa. Kami mau menerimanya apa adanya. Kami akan memperbaiki sendiri, dengan uang dan tenaga kami sendiri. Kami hanya ingin bisa pulang dan segera tinggal di rumah kami sendiri. Hidup aman. Tak ada lagi yang menyerang. Biarlah yang dulu kami lupakan. Tak ada dendam pada orang-orang yang pernah mengusir dan menyakiti kami. Yang penting bagi kami, hari-hari ke depan kami bisa hidup aman dan tenteram.
Kami mohon keadilan. Sampai kapan lagi kami harus menunggu?
Maryam Hayati
Tema besar dari novel ini adalah tentang penindasan kelompok minoritas oleh masyarakat umum dengan mendasarkan atas nama Agama. Yang jadi masalah adalah ajaran Ahmadi sedangkan tokoh-tokohnya adalah sebuah keluarga terpandang di sebuah kampung di pelosok Pulau Lombok. Maryam adalah putri pertama keluarga ini, yang setelah menyelesaikan kuliahnya di Surabaya, mendapatkan pekerjaan di kota Jakarta. Di sana ia menjalin kasih dengan seorang pria yang bukan pengikut Ahmadiyya. Saat nekat menikah dengan pria itu, Maryam pun terasingkan oleh keluarganya.
Sementara Maryam hidup di Jakarta, keluarganya yang selama ini hidup tenang di pesisir pantai selatan Lombok terusir dari rumah warisan turun-temurun, karena iman yang berbeda. Setelah hampir setahun di penampungan, para pengungsi ini berhasil membeli sebidang tanah yang kemudian dibangun secara gotong-royong untuk ditempati sekitar 45 KK.
Di sini roda nasib Maryam kembali berputar. Perkawinannya dengan sang pria idaman tak berjalan baik. Perceraian pun terjadi dengan cepat. Maryam kemudian memutuskan kembali ke Lombok untuk mengobati luka hatinya. Keluarganya menyambut gembira kembalinya sang putri.
Kehidupan berlangsung normal kembali untuk sementara. Namun saat Maryam mencecap sedikit ketenangan dan kebahagiaan, cobaan yang sama membuka luka lama. Kampung Gegerung kembali digeruduk, orang-orangnya terusir dan pemerintah sama sekali tak berdaya.
***
Membaca buku ini seperti membaca dua buku yang berbeda. Yang satu chicklit tentang seorang gadis yang menikah tanpa restu orang tuanya, lalu perkawinannya kandas, kemudian akhirnya menemukan pria lain yang lebih cocok (sampai sekitar halaman 170-an) dan kemudian kisah lain tentang sebuah keluarga yang kebetulan pengikut ajaran Ahmadi (kisah latar di bagian awal dan lebih dalam di halaman-halaman selanjutnya). Sangat berbeda dengan Entrok dan 86 yang sangat solid membahas perkara yang jadi tema utamanya di sepanjang cerita, novel ini terasa mengambang dan malah banyak tempelan masalah di mana-mana (dukun cabul, tkw, ukm, dll).
Tetapi satu hal yang menjadi kelebihan Okky adalah karakterisasi tokoh-tokohnya dengan sangat membumi dan pas, tidak berlebih-lebihan. Tokoh Pak Khairuddin misalnya, adalah seorang Bapak yang punya harapan besar terhadap putri-putrinya. Ketika masalah perkawinan kedua putrinya ini bertumbukkan dengan masalah prinsip keimanannya, ia bertindak dengan sangat wajar. Kekecewaan jelas terlihat, namun juga hati seorang Ayah. Bahkan menghadapi masalah yang sama untuk kedua kalinya, ia terlihat lebih arif dan bisa menerima. Tapi ia juga bukan seorang manusia super. Saat terusir dari rumah peninggalan leluhurnya ia mungkin masih bisa menerima, namun ia sangat terpukul mengingat usaha perikanan yang dilakoni sepenuh hati sepanjang hidup terpaksa ditinggalkan. Itu bukan sekedar hitung dagang dan masalah untung. Itu lebih soal kebanggaan dan harga diri. Ah, Pak Khairuddin ternyata manusia juga. Demikian juga tokoh Maryam sendiri. Di satu sisi, ia tampak berapi-api membela hak-hak keluarganya, namun di sisi lain ia mengakui bahwa ia lelah untuk berbeda. Ia ingin merasa aman. Penggambaran yang sangat wajar terhadap seorang perempuan muda yang dipandang curiga sepanjang hidupnya. *OoT, tokoh ini sangat mirip ya dengan Rahayu, putri Marni di novel Entrok ya*
Tema utamanya sendiri, tentang golongan Ahmadi, tidak terlalu banya dijelaskan. Mungkin Okky beranggapan para pembacanya tentu sudah banyak tahu, mengingat peristiwa penganiyayaan berujung kematian di daerah Parung, beberapa tahun silam, menjadi berita utama selama berhari-hari berbulan-bulan bahkan viral di YouTube. Di sini lebih ditekankan tentang mudahnya masyarakat luas dipengaruhi oleh sesuatu yang berbeda dan berubah menjadi beringas, sementara fungsi pemerintah dan petugas keamanan saat segolongan kecil masyarakat ditindas oleh golongan mayoritas sangat minim. Seakan-akan minoritas ini tak punya hak sama sekali di negara ini, sedangkan mayoritas boleh bertindak apa saja asalkan berjamaah. Membunuhpun boleh(?).
Novel yang lumayan bagus sih, hanya saja menurut saya bukan karya terbaik Okky.
NB: sebenarnya saya ingin bertanya, tapi tak tahu kepada siapa *lebay*
Apakah hak kepemilikan tanah dan rumah dari orang-orang ini juga dinihilkan? Diceritakan bahwa mereka terusir dari kampungnya karena perbedaan iman dan dianggap sesat. Tapi surat sertipikat kepemilikan itu kan tidak ada cap agama dan kepercayaan. Boleh dong diperjual-belikan? Ya kan. Lalu nanti jika yang membeli dan meninggali tanah/rumah tersebut sudah bukan orang Ahmadiyya, kan berarti tak ada acara serang-menyerang. Aman damai sejahtera. Kenapa tidak dijual saja kalau begitu?? Atau tanah yang bekas ditinggali golongan Ahmadiyya, haram juga hukumnya? Ah entahlah.....
***
Novel terbitan Gramedia ini, seperti biasa, tampil dengan cover cantik, cetakan jelas dan tanpa typo sama sekali. Ya mau bilang bagaimana lagi GPU, gitu lo.... :) Eh ada CD lagunya juga lo. *kutaruh di mana kemarin ya?* Diskonan 25% di bazar buku gramedia, Amaris.
https://www.goodreads.com/review/show/649947260
Aku sebel banget pas liat buku ini di obralan! Tapi kayaknya tidak sekeren ekspetasiku kalau baca review ini, hehe..
BalasHapusTapi tetep penasaran aja sih pengen baca. Belum pernah baca karya Oky :)
Haaa ada CD-nya ya? Aku kemarin beli buku ini Rp. 5.000 ga ada CDnya.. Tapi gapapa juga sih, aku ga punya CD player juga. ahahaha
BalasHapus