Judul: Celana Pacarkecilku di Bawah Kibaran Sarung
Pengarang: Joko Pinurbo
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2007)
ISBN: 978-979-22-2841-0
Jumlah Halaman: 219 halaman
Penerbitan Perdana: 2007
"Bertahun-tahun kita mengembara mencari wajah asli kita,
padahal kita dapat dengan mudah menemukannya,
yakni saat bertahta di atas lubang toilet."
(Toilet, 1999, hal.115)Ehhm... aku bukan pembaca dan penikmat puisi (dari sekian banyak novel yang kubaca, aku hanya punya 2 buku kumpulan puisi, Aku-nya CA, dan Hujan di Bulan Juni-nya SJD. Menulis review buku kumpulan puisi? Ya baru postingan ini. #wkwkwkw). Nama JokPin baru kutahu setelah beberapa tahun yang lalu teman-teman GR mengutip dan menulis ulang puisi-puisinya di salah satu thread, dan dari situ ada beberapa puisi yang aku suka gara-gara 'kenakalan' penulisnya mengungkapkan satu hal di atas hal yang lainnya. Seperti puisi yang kukutip di atas itu. =))
Nah, dari blurb di sampul belakang tertulis "Buku ini berisi sajak-sajak Joko Pinurbo yang pernah dimuat dalam Celana, Di Bawah Kibaran Sarung, dan Pacarkecilku, trio kumpulan puisi yang telah memperkenalkan penyairnya sebagai salah satu ikon penting dunia perpuisian Indonesia modern." Jadi, dengan ini resmi aku sudah nambah baca tiga (3) buku kumpulan puisi ya! #penting
Buku ini terbagi atas 3 bagian besar, sesuai tahun penerbitan buku kumpulan puisi. Celana (1986-1998), Di Bawah Kibaran Sarung (1999-2000), dan Pacarkecilku (2001-2002). Meskipun sering sekali menggunakan objek-objek tertentu - seperti celana, andong, boneka, atau sarung - atau orang-orang tertentu - pacar, tukang cukur atau tetangga - atau tempat tertentu - ranjang, kuburan -, tapi setiap puisi ternyata melambangkan tema-tema yang berbeda. Dan karena disusun berdasarkan waktu seperti itu, aku dapat merasakan bahwa puisi-puisi yang dituliskan sering berhubungan langsung dengan apa yang terjadi di masyarakat Indonesia pada saat itu. Misalnya puisi ini:
Tubuhmu yang cantik, Mei
telah kaupersembahkan kepada api.
Kau pamit mandi sore itu.
Kau mandi api.
....
....
Api telah mengungkapkan rahasia cintanya
ketika tubuhmu hancur
dan lebur dengan tubuh bumi;
ketika tak ada lagi yang mempertanyakan
nama dan warna kulitmu, Mei
(Mei, 2000, hal.144)
Dibaca sekilas, tampaknya ini adalah adalah tentang perempuan cantik bernama Mei. Tapi membaca peruntukkannya untuk kota Jakarta, 1998, langsung saja kenangan kita tahu bahwa puisi ini bercerita tentang hal lain.
Dalam ranah protes sosial juga, kental terasa dalam puisi Senandung Becak (hal 9) yang mengingatkan pada pemberantasan becak di ibukota di era 1990-an.
Masih dalam tema protes sosial, ada pula sebuah puisi lain yang kusuka, yang dipersembahkan kepada Romo Mangun, sebuah obituari yang cantik.Dalam ranah protes sosial juga, kental terasa dalam puisi Senandung Becak (hal 9) yang mengingatkan pada pemberantasan becak di ibukota di era 1990-an.
Air danau makin meninggi.
Entah sudah berapa desa tenggelam di sni.
....
....
"Hati-hati Pak Guru, hujan tampaknya segera turun,"
kata orang-orang yang membantu
mendorong perahunya.
"Tenanglah," timpalnya dengan tersenyum,
"saya sudah terlatih untuk kalah."
....
....
Barangkali ia sendiri sebuah perahu. Yang dimainkan
anak-anak piatu. Yang berani mengarungi mimpi
dan menyusup ke belantara waktu.
(Perahu, 1999, hal.102)
Masih banyak lagi puisi-puisi yang kusuka, dan tidak semuanya bertema berat. Ada juga yang ringan dan komedis seperti puisi naratif Misbar (hal. 125) yang membawa kenangan pesta hiburan jaman dahulu kala. Ada yang romantis mendayu seperti Bulu Matamu: Padang Ilalang (hal 5) atau Surat Malam untuk Paska (hal 112). Ada pula yang sedikit horor seperti Tamu (hal 138).
Jadi, kesimpulannya, aku senang sekali telah membaca buku kumpulan puisi ini. Meskipun harus dibaca dengan sabar, diresapi dan disesap pelan, aku mendapat banyak cerita menggelitik. Belum lagi pilihan diksinya yang indah, seperti ini....
Kata-kata adalah kurcaci yang muncul tengah malam
dan ia bukan pertapa suci yang kebal terhadap godaan.
Kurcaci merubung tubuhnya yang berlumuran darah
sementara pena yang dihunusnya belum mau patah.
(Kurcaci, 1998, hal.92)
nb: terima kasih juga untuk div. event BBI yang telah berhasil 'memaksa' diriku membaca (dan merepiu) buku yang jaaauuuh di luar genreku :))
Posting ini dipublikasikan dalam rangka mengikuti event Baca dan Posting Bareng BBI
Bulan: Maret 2014 - Tema buku: Puisi
Puisinya indah
BalasHapussama, aku jg gak suka puisi, dan div event sukses membuatku membuka kembali buku puisi sejak sekian lama :) btw. puisi jokpin ini bagus2 ya...
BalasHapus