Judul Asli: The Help
Pengarang: Kathryn Stockett
Penerbit: Matahati (2010)
ISBN: 978-602-85-9014-3
Jumlah Halaman: 544 halaman
Penerbitan Perdana: 2009
Literary awards: Exclusive Books Boeke Prize (2009), Indies Choice Book Award for Adult Debut (2010), Puddly Award for Fiction (2011), Southern Independent Booksellers Association's Book of the Year for Fiction (2010), A.Lincoln Award Nominee (2013), Goodreads Choice-Fiction (2009), etc.
Hore, akhiiiirnya selesai juga baca novel ini. Setelah agak terbosan-bosan di bab-bab awal, menjelang pertengahan ceritanya jadi menarik sekali, lalu di sekitar empat-lima bab akhir aku malah sempat termehek-mehek mewek ala india *tapigakpakejoged*. Kisahnya tentang wanita-wanita kulit hitam yg jadi pembantu/pengasuh anak/tukang masak di rumah nyonya-nyonya kulit putih di daerah Mississippi saat politik pemisahan ras berada di titik nadirnya. Sangat menyentuh. aku suka sekali membaca ketangguhan dan ketabahan wanita-wanita itu -Abeleen, Minny, Yule May, Constantin- plus karakter feminist Euginia 'Skeeter' Phelan yang cerdas dan independen.
Awalnya kukira setting novel ini di sekitar waktu Gone With the Wind begitu, jadi sebelum perang saudara Konfederasi lawan Union tahun 1860-an, saat di mana perbudakan kulit hitam di Amerika pertama kali menjadi sorotan. Tapi setelah membaca bab awal, ternyata novel ini mengambil setting jauh lebih modern, seabad kemudian di sekitar tahun 1962. Wanita sudah bebas bersekolah, bahkan sudah boleh memilih dalam pemilu. Kejadian Rosa Park dan pertentangan tempat duduk di bis telah berlalu. Bahkan di novel ini malah sempat dibahas tepat saat-saat Civil Rights March on Washington-nya Martin Luther King, Jr. sedang berlangsung. Yang pertama menohok kesadaran pikiranku, ternyata di Amerika sana pun, kejadian rasialisme warna kulit ini, butuh waktu yang sangat-sangat-sangat lama untuk dihentikan. Seratus tahun setelah Mammy membesarkan dan mengomeli Scarlett O'Harra di Tara,
Abeleen masih melakukan hal yang sama terhadap Mae Mobley dan Raleigh Leefot di Jackson, Mississipi, bedanya sekarang Abeleen mendapat upah, meski di bawah UMR. Seabad lebih berlalu dari petualangan Jim dan Hucklebery Finn, Robert Brown masih tetap dipukuli sampai buta hanya gara-gara salah menggunakan toilet(!!) untuk ras kulit putih. Miris sekali.
Segregated toilet Source: here |
Cover novel The Help terbitan UK, yang konon kabarnya ditolak di Amerika karena terlalu rasialis(?) |
Seperti semua anak kulit putih lain di Mississipi, Skeeter dibesarkan oleh seorang pembantu kulit hitam. Suatu saat menjelang kelulusan Skeeter, ia mendapat surat dari pengasuhnya itu mengabarkan sebuah kejutan untuknya saat ia pulang nanti. Namun saat Skeeter sampai di rumah, yang menunggu hanyalah kabar bahwa Constantin, si pengasuh, sudah pindah ke Chicago tanpa meninggalkan pesan apapun. Hal yang sangat mengherankan, dan anehnya lagi semua orang yang ditanyai Skeeter, menutup rapat-rapat mulut mereka tentang kepindahan Constantin tersebut.
Di saat yang sama, Skeeter diminta menulis sesuatu kisah yang sangat dekat di hatinya, sebagai latihan menjadi editor naskah di New York. Satu-satunya hal yang terpikir olehnya adalah kisah para pembantu kulit hitam yang bekerja di keluarga-keluarga kulit putih dan kejadian-kejadian yang mereka alami sehari-hari. Tentang pekerjaan mereka, tentang bayi-bayi yang mereka asuh, tentang kecerewetan nyonya-nyonya mereka dan tentu saja tentang ketidakadilan pemisahan ras yang mereka alami. Sebuah kisah yang sangat berbahaya di jaman itu, mengingat semua yang telah terjadi dan akan terjadi.
Sangat sulit membujuk seorang pun menjadi nara sumbernya, tetapi akhirnya Abeleen, pembantu keluarga Elizabeth Leefot, teman Skeeter setuju berbicara. Abeleen telah lebih dari 40 tahun berkarier menjadi pembantu, mengasuh dan membesarkan 17 anak kulit putih. Tidak ada satu pun pekerjaan rumah tangga yang tidak ia ketahui trik dan tips-nya. Putra satu-satunya Abeleen, Trelore, telah meninggal akibat kecelakaan kerja tragis tanpa pertanggungjawaban apapun dari majikannya.
Selain Abeleen, ada pula Minny, yang karier pembantunya punya rekor dipecat paling banyak sekota. Keahlian Minny yang melebihi kemampuannya selaku jago masak nomer satu adalah menjawab dan beradu agumentasi dengan majikan-majikannya. Setelah pertengkaran misteriusnya dengan Hilly Holbrook - seorang geng leader nyonya-nyonya kulit putih - Minny tidak dapat mendapat pekerjaan di manapun ia meminta. Akhirnya ia terdampar di rumah Celia Foote, seorang wanita dari luar kota Jackson yang menikah dengan Johnny Foote, salah satu mantan most eligible bachelor dari kota itu. Celia terkucilkan dari semua kegiatan sosial kota itu tanpa mengetahui alasannya. Kisah Minny di keluarga Foote ini favoritku di sepanjang buku. Aku sempat tertawa lepas sendiri, saat Celia terpaksa menulis cek untuk Hilly, namun dengan sablengnya disertai pesan "Untuk Hilly - dua potong" yang mengacu pada dua potong 'terrible awful' Pie Coklat Custard spesial buatan Minny. #hueeek
Ya ampun, meski singkat dan hanya sediiikit, setidak-tidaknya puaasss hatiku bisa membalas Hilly seperti itu.
Tulisan Skeeter kemudian ternyata dinilai cukup baik untuk diterbitkan sebagai buku. Selain Abeleen dan Minny, sepuluh orang pembantu wanita lain ikut menyumbangkan kisah-kisah mereka dalam tulisan itu. Meski sebagian besar bernada sedih dan amat sangat rasial sekali, ada pula beberapa kisah yang menunjukkan kebaikan hati para majikan. Ada majikan yang membiayai sekolah putra-putra pembantunya, ada majikan yang amat perhatian pada mereka, majikan Lovenia Brown bahkan susah-susah mengantarkannya ke rumah sakit kulit hitam di seberang sungai saat mendengar Robert, cucunya, mengalami kebrutalan rasial, sebuah tindakan sangat berani di saat ketegangan ras sedang memuncak. Dari banyak cerita itu, satu hal yang samar-samar tercium adalah, meski di permukaan segragasi antar ras ini sangat mencolok, banyak pula individu-individu yang diam-diam menolaknya. Ayah Skeeter misalnya. Atau bahkan Politikus Senior Withworth, yang meski secara kebijakan senatorialnya mendukung penuh segragasi ini, namun di belakangnya, mendambakan kesetaraan yang lebih baik. Memang kesannya bermuka dua sih (emang politikus mana yang enggak??), tapi paling tidak ini memperlihatkan bibit-bibit perubahan pasti akan tumbuh berkembang.
No more segregation, please! Source: here |
Endingnya kurasakan terlalu datar. Terlalu banyak halaman berlalu sejak 'Boom!' hari penerbitan buku Skeeter tersebut. Memang sih, perlu sedikit penutup yang menunjukkan reaksi para pembacanya, tapi kesannya lalu jadi sedikit berpanjang-panjang. Untung drama keluarga Phelan cukup menutup kekurangan ini. sakitnya ibu Skeeter dan perjuangannya menghadapi hal itu, serta kebenaran tentang Constantin yang terlalu pahit untuk diceritakan pada Skeeter akhirnya terbuka juga. Aku senang sekali, karena sepanjang buku si Ibu ini demen banget jodoh-jodohin Skeeter, namun di akhir-akhir malah mendukung keputusan Skeeter berpisah dengan Stuart, dan menasehatinya tentang harga diri seorang wanita dan tetap mampu 'menggebuk' Hilly Holbrook yang akan menyakiti Skeeter sekali lagi.
Penyelesaian yang cukup memuaskan bagi semuanya, Skeeter, Abeleen dan Minny. Seperti juga Rosa Parks, kekuatan dan ketangguhan wanita-wanita ini memang halus dan tak terlalu tampak, tapi dampaknya terasa sampai jaauh.
Aku bertanya-tanya akan reaksi Hilly Holbrook jika diberi tahu bahwa sekian tahun ke depan, seorang Barack Obama akan menduduki posisi sebagai Presiden Amerika Serikat. Apakah ia akan berkampanye untuk pembuatan toilet tersendiri bagi presiden di Oval Office?? #justathought ^.^
* * *
US Edition's Cover |
Buku ini diterbitkan oleh Penerbit Matahati yang sayangnya sekarang sudah tidak bernafas lagi, dan waktu itu saya beli di obralannya hanya 10 ribu saja. Sayang sekali novel apik setebal (500-an halaman) dan sebesar (large edition) ini katanya tidak terlalu laku di pasaran.
* * *
Dari novel, kisah ini juga telah diangkat menjadi film, dan dibintangi Emma Stone, Viola Davis dan Octavia Spencer. Tahun 2011/2012, film ini masuk nominasi dan memenangkan berbagai penghargaan, termasuk Academy Awards untuk Octavia Spencer sebagai pemeran pembantu wanita terbaik. *kapan-kapan pengin bikin review film-nya juga... *
Yang pasti, film The Help ini juga mendapat review positif dari para kritikus. Situs Rotten Tomatoes sempat menuliskan, "Though arguably guilty of glossing over its racial themes, The Help rises on the strength of its cast—particularly Viola Davis, whose performance is powerful enough to carry the film on its own."
Review-ku untuk buku vs film, dapat dilihat di sini.
link ke IMDB dan Wikipedia
https://www.goodreads.com/review/show/427917510
Posting ini dipublikasikan dalam rangka mengikuti event Baca dan Posting Bareng BBI
Bulan: April 2014 - Tema buku: Perempuan
Tosss... Puwaaasss rasanya ketika si Hilly kena batunya...
BalasHapusYuk, kampanye bikin WC buat Obama *dicekekMicheleObama...
hihihi... tapi, ampuun banget dah bayangin tuh pie waktu baca. emang si hilly gak ngerasa apaaaaan gitu?? #ngekek
Hapusudah seabad lebih dari perang saudara tetap aja yaa masih rasis disana...dan beneran aku juga puas bgt pas hilly kena batunya itu wkwkwkwkwk
BalasHapussayang belum berhasil nulis review buku ini :(
iya, masalah rasis ini ternyata bukan monopoli satu negara aja ternyata....
Hapusbiasanya buku yang bintang 4 atau bintang 5 itu memang terasa sulit sekali untuk ditulis ripiu-nya. sekarang aku masih bersyusyah-syusyah nulis ripiu Garis Batas buat posbar besok :'(
aku pingin nonton filmnya belum kesampaian nih... suka banget sama buku ini, terutama sama skeeter..dan bukunya bikin nangis2 emang :(
BalasHapusaku juga mau nonton filmnya mbak astrid... tapi dvd sulit, donlod kok ya gagal terus. harapan terakhir mau ngopy dari ka lila belum kesampaian.
Hapus#lucky14movievsbook
iya... bab-bab terakhir-nya bikin nangis...
tonton filmnya mbaaak, aku suka banget filmnya :)
BalasHapuslagi berusaha mbak vinaaaaa.... :D
Hapusjarang baca buku yg bikin emosional
BalasHapuskalo aku memang aslinya ga suka baca buku yg bikin emosional, gampang banget mewek soalnya. tapi baca novel ini gak nyangka kalo bakal ada momen-momen sedihnya... sudah terlanjur... ya terusss d
BalasHapusBuku yang sama, gaya review yang berbeda.
BalasHapusBlogwalking memperkaya sudut pandang ternyata (^_^)
wah siap-siap untuk lebih hati-hati dalam membaca The Help nanti soalnya sudah dapat beberapa contekan. Ha..ha..
aku juga suka bw karena alasan yg sama. kadang satu buku bisa punya banyak arti, tergantung yang baca :)
Hapusyuk dibaca bukunya... besar bukunya memang bikin keder, tp setelah lewat beberapa bab pertama, benar2 susah untuk ditinggalkan.
Reviewnya bagus, kebetulan Aku juga mau baca the help bulan depan jadi ada bayangan kayak apa isinya
BalasHapustengkyu... selamat baca, salam buat Hilly.... ^^
HapusKeren reviewnya! Kayanya susah banget ya mengubah pola pikir yg sudah dipupuk berabad2. Bahkan sampai sekarang pun rasisme masih ada
BalasHapusbetul... mungkin sudah tidak sesistematis seperti jaman itu, namun ya, pasti masih ada. O.o
Hapus