Judul Asli: The Dragon Scroll
Seri: Sugawara Akitada #1
Pengarang: I.J. Parker
Penerbit: Penerbit Kantera (2009)
ISBN: 978-979-19-2400-9
Jumlah Halaman: 484 halaman
Penerbitan Perdana: 2005
Sinopsis
Sugawara Akitada, seorang bangsawan miskin dari klan Sugawara yang terkenal, mendapat tugas resmi untuk menyelidiki hilangnya pengiriman pajak dari propinsi Kazusa.
Di dunia Politik yang kelam, dimana kebenaran selalu disalahkan, menjadikan penyelidikan ini bertambah berat. Namun, Akitada bersama Seimei dan Tora berjuang untuk menuntaskan kasus ini dan berusaha untukmenguak apa yang sesungguhnya sedang terjadi di Kazusa, sebuah propinsi yang penuh dengan intrik politik dan kasus pembunuhan berantai.
The Dragon Scroll akan memperkenalkan anda pada keeksotisan Jepang di abad ke sebelas dan seorang Samurai Detektif baru.
Prolog. Seorang wanita bangsawan tampak berlari-lari meninggalkan kekasih gelapnya, lalu tampak tersesat dan tak tahu arah jalan pulang ^^. Saat berikutnya, wanita ini sudah menjadi korban orang-orang yang ternyata sudah mengintainya dari awal.
FF, dua bulan berikutnya. Seorang bangsawan muda tampak berkuda menyusuri jalanan menuju propinsi Kazusa hanya ditemani pelayan tuanya yang terpercaya. Bangsawan ini adalah Akitada, yang baru saja menerima mandat menyelidiki kiriman upeti Kazusa yang telah tiga tahun tak pernah sampai ke Ibukota, sedangkan si pelayan adalah Seimei, yang selain pandai dalam urusan pembukuan dan berpengetahuan luas juga jago dalam pengobatan herbal. Dalam perjalanan, mereka ketambahan satu pengawal lagi, Tora, pemuda yang sedikit berandalan dan kurang tata krama, tapi ternyata sangat cerdik.
Sampai di Kazusa, tokoh pertama yang patut dicurigai dalam kasus penggelapan ini adalah Sang Gubernur sendiri, Fujiwara. Meskipun pembukuan gubernuran dan rekening pribadinya sangat teratur dan bersih, tapi saat Akitada pertama datang, ia telah menuruh sekertarisnya, Akinobu, untuk mengirimkan sepuluh batang emas ke kamar kerja Akitada. Selain itu masih ada Lord Tachibana, mantan Gubernur yang telah pensiun, Kapten Yukinari, komandan garnisun militer di kota itu dan Residen Ikeda, penguasa daerah, bawahan Fujiwara. Di daerah luar kota, ada pula kuil besar yang dipimpin oleh pendeta baru bernama Joto. Dalam suatu jamuan makan malam, Tachibana mendekati Akitada dan menyuruhnya datang ke rumahnya secara rahasia. Malangnya, keesokan paginya, Lord Tachibana ini malah sudah ditemukan meninggal dunia. Semakin digali, semakin gelap pula misteri yang melingkupi hilangnya upeti Kaisar ini. Bahkan sejumlah besar senjata dan tentara bayaran ikut terlibat dalam plot ini.
Dalam sub-plot novel ini, beberapa wanita penghibur ditemukan tewas mengenaskan. Adakah hubungannya kematian wanita-wanita ini dengan bangsawan wanita yang tewas di awal kisah dan seorang perempuan pelukis yang bisu serta kakaknya yang cantik dan jago bela diri. Semuanya saling melilit, bertaut-tautan satu sama lain, dan Akitada harus memecahkan kasus yang satu ini sebelum akhirnya bisa menemukan petunjuk solid tentang persoalan upeti yang menghilang itu.
Meskipun alur ceritanya sendiri lumayan bagus dan jalinan misterinya menarik untuk diikuti, adegan klimaks novel ini amat sangat datar, kurang seru, terlalu sesuai rencana dan tanpa twist yang mengejutkan. Sedikit kecewa juga saat membaca bagian ini. Untunglah endingnya benar-benar menebus kekecewaan ini. Biasanya ending model epilog yang rada panjang begini bikin bosan, tapi di novel ini malah mampu menyimpulkan semua misteri cerita dan membuatku penasaran mengira-ngira nasib Akitada setelahnya. Di satu sisi, kesuksesannya memecahkan kasus ini telah melangkahi kewenangan atasan-atasan dia di Kementrian Kehakiman, dan membuatnya dikucilkan oleh mereka. Di lain pihak, Akitada telah menunjukkan kemampuannya yang bahkan diam-diam diapresiasi dengan baik oleh Sang Kaisar, dan tentu saja, Klan Fujiwara berhutang budi sangat besar pada dirinya. Hmm... menarik... bagaimana karier Akitada ini selanjutnya ya...
Selain masalah cerita dan adegan klimaksnya yang datar itu, ada satu hal lain yang membuatku urung memberikan bintang lebih banyak pada novel ini, yaitu bahwa setting cerita yang berada pada era Heian Kyo (itu berarti masa sebelum para Shogun lho), tapi entah mengapa aku merasa atmosfer kisah jauh lebih modern dan lebih bernuansa "America-ish" (that isn't even a word!) daripada tradisional Jepang. Mulai dari cara berpikir dan bertindak Akitada, sampai dengan karakterisasi para tokoh pembantu yang muncul di sana sini, hubungan Akitada dengan Tora, sampai tokoh cewek yang jadi love interest-nya Akitada di novel ini (oh, cewek ini seperti tokoh yang muncul dari cerita hisrom daripada tokoh kisah misteri pembunuhan tradisonal Jepang). Entah apa ya tepatnya, tampaknya seperti kekurangan sense of pride atau sense of honor khas orang Jepang yang tampaknya sulit diadopsi oleh para penulis cerita tentang Jepang dari bangsa lainnya. Masih tentang atmosfer modern ini, beberapa istilah, jabatan dll yang digunakan juga sangat 'masa kini'. Mungkin ini demi memudahkan para pembaca Amerikanya, tapi bagiku, aku lebih suka jika menggunakan istilah asli Jepangnya.
Reviewku untuk buku keduanya, Rashomon Gate dapat dibaca di sini.
* * *
Untuk cetakannya, bagus dan jelas, font dan spasi normal. Typo ada lumayan bertebaran di sana sini, tidak cukup banyak untuk mengganggu tapi cukup sampai terperhatikan. Covernya, ala Jepang sih, tapi sama sekali tidak sesuai dengan isi ceritanya, entah tokoh yang mana yang digambarkan di cover itu, tapi yang pasti itu bukan deskripsi Akitada . Dan cmiiw, gaya membawa pedang dengan dua katana itu baru terjadi setelah jaman para Samurai, bukan sebelumnya. Aku lebih suka cover versi aslinya, yang tampak mirip dengan lukisan-lukisan Jepang kuno dan setema (ilustrasi, font, bentuk judul dan pengarang) untuk semua novel seri-seri berikutnya.
Tentang Pengarang:
Source: here |
Selain dalam bentuk novel (terakhir kucek di goodreads, sudah sampai seri ke-13), kiprah Akitada juga ada dalam bentuk cerpen-cerpen yang kemudian dikumpulkan dalam kumcer Akitada and the Way of Justice: The Akitada Stories (terbit Oktober 2013).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar