Rabu, 01 April 2015

Enter the Magical Realm: Sub-genre Magic Realism - Fantasy in Real Life!

Bahasan Sub-genre ini diposting dalam rangka event 
Around the Genres in 30 Days
Kelompok Genre Science Fiction and Fantasy


Image Source: here


Magic realism (sering disebut juga sebagai magical realism atau marvelous realism) dalam dunia literatur adalah cabang kerdil genre fantasi. Dengan setting dan tema yang diusung jauh berbeda dengan tema-tema kisah fantasi umumnya, sub-genre ini berasa seperti anak tiri, mau digolongkan murni fantasi lha kok novel-novel tipe ini punya setting cerita yang teramat sangat realistis bin dramatis, kadang malah juga historis. Tapi mau dibilang novel romance atau historic romance atau sekedar kisah slice of life, ternyata masih ada unsur-unsur gaib, unrealistis dan fantastis yang kental di dalamnya.

Dalam novel magical realism, kita akan menemukan elemen-elemen fantastik merayap memasuki dunia realistik. Genre ini menjadi satu cara bagi pengarang untuk mengkritisi konsep umum rasionalitas berlebih, yang mengakibatkan terpisahnya dunia fantasi dengan realitas. Dan dengannya, menyajikan sebuah cerita yang... mengeksplorasi berbagai jalan yang ada untuk menggambarkan dunia sebagai mana adanya.



Definisi



"magic realism is fantasy written by people who speak Spanish"

(Gene Wolfe)

mag·ic re·al·ism (noun):
a literary or artistic genre in which realistic narrative and naturalistic technique are combined with surreal elements of dream or fantasy. (google define)

magic realism (noun):
a style of painting and literature in which fantastic or imaginary and often unsettling images or events are depicted in a sharply detailed, realistic manner. (http://dictionary.reference.com/)


"....is like a polite way of saying you write fantasy."

(Terry Pratchett)


Singkatnya, magic realism didefinisikan sebagai “what happens when a highly detailed, realistic setting is invaded by something too strange to believe.” Jadi dapat disimpulkan bahwa meski ada perbedaan-perbedaan kecil tentang konsepnya, magic realism dapat dibedakan dengan adanya satu ciri menonjol, yaitu penerimaan hal-hal magis dalam setting dunia nyata yang benar-benar rasional.


Sejarah dan Asal-usul Genre

Khazanah literatur magic realism dimulai dari Amerika Latin di sekitar pertengahan era 1920-1930an, saat penulis asal Cuba, Alejo Carpentier dan penulis Venezuela Arturo Uslar-Pietri kembali dari Paris dan membawa pengaruh rasa artistik daratan Eropa, Surrealism. Gaya ini kemudian teraduk dengan akar budaya latin yang masih berpegang pada hal-hal gaib dan supranatural, serta bercampur dengan keresahan politis yang terjadi di berbagai tempat di sana, dan boom... sebuah gaya menulis sastra baru berkembang di lingkaran sastrawan Buenos Aires.


112th Birthday of Jorge Luis Borges - Google Doodle 24 Agustus 2011

Jorge Luis Borges  (1899 - 1986) adalah salah satu yang terinspirasi oleh gaya ini dan kemudian menerbitkan karya magic realism pertamanya, Historia universal de la infamia di tahun 1935 (sudah diterbitkan dalam bahasa Indonesia dengan judul Sejarah Aib, dengan terjemahan yang eehhhmm... butuh daya pemahaman lebih). Genre ini kemudian mencapai puncaknya di sekitar tahun 1940 and 1950, dengan pusat perkembangan di Argentina.


Karakteristik dasar Magic Realism dalam Literature

Ada beberapa ciri khusus yang membedakan magic realism dari genre fantasi umumnya. Meskipun tidak selalu akurat sepenuhnya, berikut adalah hal-hal yang dapat diharapkan dominan muncul dalam karya literatur sub genre ini:

Fantastical elements

Magic realism mencitrakan kejadian-kejadian fantastik dalam sebuah suasana realistik. Sub-genre ini memadukan fabel, cerita rakyat dan myth (dengan semua unsur-unsur fantasinya) dalam kedekatan kondisi sosial kontemporer. Sebut saja karya Neil Gaiman American Gods. dalam novel ini berbagai dewa-dewi dari berbagai budaya tenang-tenang saja muncul (sekilas maupun memegang peranan utama) dalam alur cerita dan membelokkan realitas duniawi sesuka hati dengan kekuatan keilahian mereka. Belum lagi hantu (atau mayat hidup?) Laura yang lalu lalang dalam cerita. Tokoh Shadow sebagai jangkar setting dunia nyata menerima semua kehadiran mereka tanpa mempersoalkan rasionalitas keberadaan mereka terhadap kisah dirinya.


Real-world setting

Meskipun selalu mencakup keberadaan elemen fantasi, kisah-kisah magic realism selalu terjadi pada dunia nyata kita ini (baik dunia kontemporer maupun historis). Dalam One Hundred Years of Solitude (diterjemahkan oleh Penerbit Bentang sebagai Seratus Tahun Kesunyian) Gabriel García Márquez memadukan kisah kehidupan keluarga Arcadio Buendia dalam sebuah supernatural realm dengan dunia natural yang sangat familiar. Atau dalam Kafka on the Shores, Haruki Murakami mengisahkan sebuah cerita berlatar Jepang modern, dengan sentuhan magis hujan ikan dan kucing yang mengobrol santai dengan manusia.


Authorial reticence

Authorial reticence di sini berarti "dengan sengaja tidak memberikan penjelasan lebih rinci tentang keajaiban yang terjadi." Baik narator maupun tokoh dalam cerita tidak menganggap bahwa kejadian fantastik telah terjadi dan alur kisah tetap berlanjut dengan "presisi logika" seperti sebelum ataupun sesudah kejadian tersebut. Dalam novel Kafka, Metamorphosis, si tokoh utama suatu pagi bermetamorfosis menjadi sejenis serangga, namun sampai akhir tak ada penjelasan ilmiah mengapa ia berubah seperti itu dan semua tokoh lain dalam cerita itu menerima saja kalau ia memang sekarang sudah menjadi serangga. Titik. Tidak perlu penjelasan.


Plenitude (berlimpah-ruah)

Novel-novel magic realism selalu memiliki lapisan-lapisan detail yang berlimpah-ruah. Lapisan-lapisan realitas tentang setiap tokoh dan kejadian yang digambarkan dalam cerita inilah yang membuatnya menjadi "marvelous real". Jangankan tentang seorang tokoh utama, seekor burung beo dalam novel Love in the Time of Cholera (Gabriel García Márquez) saja misalnya, memiliki deskripsi dan latar belakang lengkap mengapa ia bisa berada di rumah besar itu, dari mana asalnya, apa saja kata-kata yang sudah dipelajarinya, siapa saja yang pernah mendengar ocehannya, bagaimana perawatannya, bagaimana kejadian yang mengakibatkan kebotakannya, dan seterusnya dan seterusnya dan seterusnya. Berlembar-lembar halaman mendetailkan kisah si beo ini sebelum berlembar-lembar halaman lagi mengisahkan hari di mana ia menyebabkan kematian tuannya, Dr. Urbino.

Political critique

Dalam novel bergenre magic realism ada kritik sosial implisit, terutama tentang golongan elite (politik, militer, finansial). Saat lahir di negri asalnya Amerika Latin, gaya ini sebenarnya dimaksud untuk menampilkan tokoh-tokoh yang termarjinal secara geografis, sosial dan ekonomis. Karenanya, 'dunia  alternatif' dalam magic realism ada untuk mendobrak sudut pandang tradisional (seperti realsm, naturalism dan modernism). Karya-karya magic realism adalah karya revolusioner subversif melawan kekuatan dominan. Sebut saja The House of Spirits karangan Isabel Allende yang bersetting di Chille dan kudeta militer yang menjadi klimaks buku ini (meskipun tak pernah disebut secara tersurat) menyuarakan kenyataan pahit saat General Pinochet menyingkirkan President Salvador Allende. Dari anak benua India, Salman Rushdie dalam karya opus-nya Midnight's Children menarik satu benang merah metaforis antara sang tokoh utama Saleem Sinai dengan negeri India, dan terpecahnya negri itu menjadi India-Pakistan-Bangladesh. Saleem -dengan semua keajaiban dirinya yang tak terjelaskan- menjadi saksi sejarah sekaligus pelaku sekaligus objek yang menderita tapi selalu bangkit kembali dalam kemistisan budaya negerinya.

Hybridity

Alur plot novel-novel magical realism biasanya menggunakan "hybrid multiple planes of reality". Ada banyak sub cerita yang bergerak dalam kerangka realitasnya sendiri. Jadi jarang sekali novel seperti ini yang alurnya lempeng, lurus menurut kronologis. Dalam Seratus Tahun Kesunyian, meskipun kisahnya cukup kronologis dari generasi ke generasi, tetapi penceritaannya sendiri melompat-lompat dari tiap tokoh ke tokoh yang lain, masing-masing dengan ceritanya sendiri. Atau dalam The Time Traveler's Wife karya Audrey Niffenegger, meskipun tokoh utamanya hanya Clare dan Henry, tapi kisahnya diceritakan dalam berbagai setting waktu yang melompat-lompat tak karuan, lagi-lagi masing-masing dengan ceritanya sendiri-sendiri.   



Perbandingan dengan genre-genre lain:

Meskipun dengan melihat berbagai definisi dan karakteristik yang dilekatkan pada genre ini, tetap saja sulit menjelaskannya dengan pasti. Sampai-sampai ada orang mengatakan, "If you can explain it, then it's not magic realism."  Lalu apa bedanya dengan genre-genre lain yang sedikit banyak mirip?

Realism
Realism selalu dan berakar kuat pada rasionalitas, istilah yang melekat adalah "sejarah," "hubungan sebab/akibat," "natural," "empiris/logis." Sebaliknya, magic realism melintasi istilah "myth/legenda," "fantastik," "aneh," "mistik/magis," dan "imaginasi."

Surrealism
Surrealism berbeda dengan magical realism hanya dalam aspek bahwa genre ini mengeksplore hal-hal yang tidak berhubungan dengan realitas material melainkan dengan imaginasi pikiran, dan karenanya mencoba mengekspresikan 'inner life' (pikiran-pikiran sub-conscious, unconscious, repressed atau inexpressible) dan psikologi manusia melalui seni. Magical realism di sisi lain, jarang mencitrakan kemagisan elemennya dalam bentuk mimpi atau pengalaman psikologis. Ketidakwajaran magis yang ada, diterima dan diabaikan dalam realitas material.

(General) Fantasy
Dalam dunia fantasi umumnya, keberadaan elemen fantastik ada sebagai masalah utama, ide utama cerita, baik dalam dunianya sendiri (high fantasy) maupun dalam dunia kita (low fantasy), sedangkan dalam magical realism, keberadaan elemen ini diterima begitu saja, karena pengarang mempresentasikan kejadian supernatural ini sebagai kejadian natural, tidak beda dengan kejadian yang lain.

Science fiction
Perbedaan mendasar kisah science fiction dengan magical realism adalah bahwa scifi berada pada setting dunia yang berbeda dengan known reality kita sekarang, ia mungkin saja bisa menjadi dunia masa depan pembaca, tapi bukan realitas masa kini atau masa lalu.



Yang artinya....

Tentu saja -dengan tidak mengesampingkan adanya cross-over antar genre, sub-genre magic realism ini memang sulit untuk berdiri sendiri. Bagian magisnya hanyalah sebagai alat dalam alur cerita, bukan cerita itu sendiri. Novel-novel magic realism selalu saja juga menjadi bagian dari genre lain, biasanya digolongkan sebagai Historic Romance atau Slice of Life. atau juga sub-genre fantasy yang lain (dark fantasy, mythology, pararom, etc).

 Gabriel García Márquez
(1927-2014)
Tokoh ternama dari genre ini, Gabriel García Márquez sendiri dengan ringan mengatakan bahwa ia hanya menuliskan cerita "seperti ketika saya didongengkan oleh nenek saya."

Dengan kata lain, istilah "magic" di sini mungkin bagi kita tidak seluarbiasa yang dianggap oleh kebudayaan barat. Mengaku bertemu hantu, berbicara dengan binatang atau melihat dari mata mereka, terpisah dari raga dan berjalan-jalan ke waktu dan tempat lain, ramalan-ramalan yang akhirnya nyata, nungguin lilin, dsb, mungkin menjadi ide yang eksotik bagi budaya Eropa-Amerika yang lebih sering mengedepankan rasionalitas.

Ide ini kemudian dicomot jauh di luar konteks sehingga terlihat asing, tak terjelaskan dan karenanya "magical", fantastis.

Sedikit taburan "magic" dalam sebuah kisah kehidupan sehari-hari tokoh-tokohnya - a bit of magical touch in real life drama.  Itulah inti dari magic realism.



Beberapa karya magic realism yang sudah diterjemahkan:





~ Jorge Luis Borges
          +   Historia universal de la infamia (Sejarah Aib) **
          +   Labyrinths: Selected Stories and Other Writings (Labirin Impian)  **

~ Gabriel Garcí­a Márquez
          +  One Hundred Years of Solitude (Seratus Tahun Kesunyian) **
          +  Chronicle of a Death Foretold (Kronik Kematian yang Telah Diramalkan) **
          +  Love in the Time of Cholera (Cinta Sepanjang Derita Kolera) **

~ Isabel Allende
          +  The House of the Spirits (Rumah Arwah) **

~ Salman Rushdie
          + Midnight's Children (Midnight's Children) **

~ Kafka
          +  The Metamorphosis (Metamorfosis) * / **

~ Haruki Murakami
          +  Kafka on the Shore (Labirin Asmara Ibu dan Anak) **  please d, terjemahan judulnya!!
          +  1Q84 (1Q84)

~ Neil Gaiman
          +  American Gods (American Gods) **
          +  The Ocean at the End of the Lane (Samudra di Ujung Jalan Setapak) **
          +  Neverwhere (Kota Antah Berantah) **

~ Erin Morgenstern
          +  The Night Circus (The Night Circus)

~ Audrey Niffenegger
          +  The Time Traveler's Wife (Istri Sang Penjelajah Waktu)

~ Helene Wecker
          +  The Golem and the Jinni (Sang Golem dan Sang Jin) curently reading


Dan beberapa karya magic realism negeri sendiri:


~ Eka Kurniawan
          +  Cantik itu Luka
          +  Lelaki Harimau    **

~ Y. B. Mangunwijaya
          +  Durga Umayi

belum nemu lagi... ada yang mau menambahkan?
* review di blog
** review singkat di GR


Referensi:
-  Wikipedia - Magic Realism
-  What Is Magical Realism, Really?
-  Negotiating the Unreal in Magic Realism and Fantasy
-  9 Amazing Books that Featured Magic Realism
-  7 Defining Works of Magical Realism to Expand Your Literary Horizons
-  Magic Realism in One Hundred Years of Solitude
-  Shmoop Literature Guide
-  The New Canon - Best in Fiction Since 1985
-  10 Key Terms That Will Help You Appreciate Fantasy Literature
-  Aksaraloka
-  etc.



Sub-Genre SFF yang lain:

Dark Fantasy | Dieselpunk | Fairytale | Steampunk | Mythology | Fantasy Romance | Post Apocalypse | Dystopian | Superhero Fantasy | Urban Fantasy | Supernatural | High Fantasy | Magical Realism | Time Travel | Paranormal Romance | Science Fiction


NOTES:
Masih dalam rangka event ini, ada  giveaway  lho di postingan terpisah di blog-ku ini. Ikutaaaan yuuuksss.....





22 komentar:

  1. Postnyaa kereen, lengkaap banget ^^
    Aku pernah baca Gabriel Marquez yang 100 th kesunyian. Absurd banget ceritanya, mana nama tokohnya banyak yang samaa. Trus jadi belum kebayang mau baca novel sejenis.. x)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe.... namanya aureliano semua ya mbak vin :D
      tapi kan novel2nya Neil Gaiman Mba Vina lumayan suka, kayak American Gods itu lo....

      thx sdh mampir di sini :)

      Hapus
  2. Aku baru baca night circus yg lain blm 😎cerita keren sih magical na kerasa bgt.

    BalasHapus
    Balasan
    1. aku malah belum sempet baca Night Circus. Bukunya mihil bingit, entar pengin nyari kl ud diskonan aja :)

      Hapus
  3. wow postinganya bagus mirip esai. Kupikir aku blm pernah baca Magical Realism, ternyata bbrp pernah. Macam The Night Circus, The Time Traveler's Wife, Neverwhere & The Ocean at The End of The Lane. Jadi mau baca yg Murakami.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku juga Murakami baru baca 2 buku, yg Kafka on the Shore sama Nyanyian Angin. Peeeengin banget baca 1Q84 belum kesampaian. Kapan2 baca bareng yuks....

      Hapus
  4. Ulasan yang memikat!

    Bikin RC Gabrilez Marquez yuk :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. huaaaaa...RC... *glek*
      boleh juga sih. yuk, kapan-kapan dibahas lagi. host bareng ya sama h23 *seep dah*

      Hapus
  5. postingannya kereeen mbak cyn... :) *thumbsup*

    BalasHapus
    Balasan
    1. thx hani. aku juga sekalian belajar ttg genre ini kok. :D

      Hapus
  6. Keceeee....nambah lagi pengetahuan ttg dunia fiksi, baru tahu ada sub genre magic-realism

    BalasHapus
    Balasan
    1. aku juga banyak belajar dari (bikin) postingan ini kok. Thx sudah mampir di sini ya.... ^^

      Hapus
  7. Postingannya komplit plit plit! Aku baru ngeh dengan klasifikasi ini, walaupun sering baca bukunya, dan sering merasa 'nanggung' pas mau mengkategorikan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Samaaaa.... aku juga... akhirnya masuk ke general fantasy atau slice of life biasanya. Dan baru ngeh juga kalo novel2nya Gaiman mudah sekali masuk ke genre yang ini :)

      Hapus
  8. Makin penasaran sama buku-bukunya Neil Gaiman :3

    BalasHapus
    Balasan
    1. Gaimaaaaan.... hehehe, percaya deh, sekali baca pasti pengin baca novelnya yang lain lagi, lagi dan lagi :)
      Baca The Graveyard Book d, itu novel Gaiman favoritku.

      Hapus
  9. Magic realism adalah genre yang selalu bikin aku penasaraan :D

    Pernah denger katanya London-nya Windry Ramadhina nyerempet magic realism juga ya :-?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Aku blm pernah baca novel itu. *noted* kapan2 cari pinjeman :p

      Hapus
  10. Aku baru sadar kalo night circus itu masuk ke dalam magical realism. Aku kira itu masuk low fantasy..

    BalasHapus
    Balasan
    1. crossover genre mungkin mbak sasti. aku blm baca Night Circus sih, jd blm bisa komen banyak :)

      Hapus
    2. Walaaah, saya punya itu yang The House of The Spirits tapi belom selesai-selesai juga bacanya sampe sekarang. Tebel banget juga sih. Hihihi.
      Oke, note it kalo buku itu ternyata masuk genre ini. Sebelumnya saya nggak tahu menahu soal ini. Makasih lho buat penjelasannya. :)
      Tapi saya penasaran deh kalo Love, Hate, & Hocus-Pocus beserta sekuelnya itu termasuk genre ini nggak ya? Entah kenapa sepanjang saya baca artikel ini yang keingetnya malah novel itu. :D

      Hapus
  11. Dulu bacanya loncat-lobxat, sejarang butuh dan WOAH INI MEMBANTU BANGET! THANK YOU MBA!

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

My Recent Pages

Recent Posts Widget