Judul: Luka dan Api Kehidupan
Judul Asli: Luka and The Fire of Life
Seri: Khalifa Brothers #2
Pengarang: Salman Rushdie
Penerbit: Serambi (2011)
ISBN: 978-979-02-4364-4
Jumlah Halaman: 300 halaman
Penerbitan Perdana: 2010
Sinopsis
Rasyid Khalifa, sang pendongeng legendaris, pada suatu malam mendadak tertidur lelap dan tak pernah bangun lagi, seolah-olah dia berada dalam cengkeraman sang Raksasa Tidur. Demi membangunkan ayahnya dan menyelamatkannya dari sosok makhluk maut yang sedikit demi sedikit menyerap kehidupan sang ayah, Luka, bocah dua belas tahun, harus bertualang ke Negeri Dongeng dan mencuri Api Kehidupan.
Api Kehidupan tersimpan di Pusat Dongeng, di puncak Gunung Pengetahuan yang menjulang di atas Danau Kebijaksanaan, dan dijaga sangat ketat oleh Aalim, tiga penguasa Negeri Dongeng, beserta jajaran Dewa Berperilaku Buruk dari berbagai mitologi dan dongeng. Tak pernah ada yang berhasil mencuri Api Kehidupan dari mereka. Maka dimulailah petualangan dan pertarungan Luka dalam menghadapi rintangan demi rintangan, mengumpulkan nyawa, kehilangan nyawa, menaklukkan level demi level, selayak-nya permainan. Namun, ini bukanlah sekadar permainan, melainkan penentuan hidup dan mati ayahnya.
Luka dan Api Kehidupan adalah kelanjutan kisah Harun dan Samudra Dongeng. Dalam kisah ini, Salman Rushdie menggabungkan unsur-unsur fantasi, mitologi, permainan kata, dan simbolisme ke dalam jalinan kisah yang menarik, cerdas, seru, dan jenaka. Novel ini layak dibaca oleh siapa saja sebagai bacaan sastra yang bermutu sekaligus dongeng yang indah dan memperkaya hidup.
“Luka dan Api Kehidupan adalah kisah indah yang ditulis dengan sangat baik, penuh imajinasi, menakjubkan, dan luar biasa dalam caranya mem-bangun sebuah dongeng ajaib untuk anak-anak yang gemar bermain video game. Buku ini semacam jembatan antargenerasi yang luar biasa, ajaib, dan ditulis dari kedalaman hati.”
—Neil Gaiman, novelis fantasi kenamaan asal Inggris
“Sebuah buku yang mampu merangkul dan menyentuh pembacanya da-lam usia berapa pun, dari anak-anak sampai paruh baya, adalah buku langka sekaligus ajaib. Dan Salman Rushdie adalah pengarang langka sekaligus ajaib.”
—Michael Chabon, peraih Pulitzer Prize, Hugo Award, dan Nebula Award
Di luar Lingkaran, tepat di bawah Kapet Terbang saat itu, adalah wilayah luas Dewa Berperilaku Buruk - para dewa yang tak lagi dipercayai siapapun, kecuali sebagai cerita-cerita yang dulu sering diceritakan orang.
"Mereka tidak lagi memiliki kekuatan di Dunia Nyata, sehingga disitulah mereka semua berada di Pusat Dongeng, dewa-dewa kuno dari Utara, dewa-dewa Yunani dan Romawi, dewa-dewa orang Amerika Selatan. dewa-dewa Sumeria dan Mesir kuno. Mereka menghabiskan waktu mereka yang abadi dengan berpura-pura bahwa mereka masih dewa, memainkan semua permainan lama mereka, melancarkan pertempuran perang kuno berulang-ulang, dan mencoba melupakan bahwa tak seorang pun yang benar-benar peduli tentang mereka hari ini, atau bahkan mengingat nama mereka."
"Itu sangat menyedihkan, kata Luka. "Sejujurnya, Pusat Dongeng terdengar sangat mirip dengan rumah jompo untuk pahlawan super yang sudah terlupakan."
Waaaaaow... ini sih versi ringan dari American Gods-nya Gaiman!! :)
Delapan belas tahun setelah terbitnya Haroun and The Sea of Stories, Salman Rushdie kembali menerbitkan sebuah buku tentang Rasyid Khalifa, atau lebih tepatnya, tentang anak laki-laki Rasyid Khalifa. Jika di buku pertamanya berkisah tentang Harun, maka di buku keduanya ini mengambil tokoh utama adik Harun, Luka, yang berusia sama seperti saat Harun berpetualang ke Samudra Dongeng, 12 tahun (bandingkan sekarang Harun sendiri telah berusia 30 tahun... yeah, waktu berlalu.... *sembunyiin ktp sendiri* ).
Rasyid Khalifa yang telah beranjak tua, suatu malam tertidur dan tak bangun lagi. Banyak dokter yang telah dipanggil, namun tak ada yang dapat mereka lakukan. Tak ada yang salah dengan tubuhnya, tak ada penyakit yang ditemukan. Ia hanya.... tertidur.
Luka, putra kedua Rasyid, merasa bersalah karena kejadian ini. Beberapa hari sebelumnya, ia telah tak sengaja mengutuk sebentuk makhluk dari negeri dongeng, dan tampaknya, sang Ayah-lah yang menanggung akibatnya. Dengan sedikit kebetulan, ia kemudian memasuki negeri dongeng dan bertemu dengan Nobodaddy, sebentuk bayangan Ayahnya, yang mengatakan bahwa untuk membangunkan Rasyid Khalifa, Luka harus masuk jauh ke negeri itu, menjelajah ke puncak Gunung Pengetahuan dan mencuri Api Kehidupan. Perjalanan yang tentu tak akan mudah dan penuh petualangan laiknya yang ditempuh sang kakak, Harun, dahulu.
"Hanya dongeng?" ulang Nobodaddy, suaranya benar-benar terkejut. "Hanya dongeng??!"
"....di antara semua anak laki-laki, kamulah yang paling tahu bahwa Manusia adalah Hewan Pendongeng, dan dalam cerita-cerita itulah terletak identitasnya, maknanya, dan darah kehidupannya. Apakah Gurita bercerita? Apakah Tikus romantikus? Apakah Sapi berimaji?"
"Hanya manusia yang tergugah oleh buku."
Jauh lebih seru dari buku pertamanya, dan jauh lebih banyak referensinya ke karya-karya literatur lain, awalnya sih banyak menyinggung novel/film scifi dan time-travel (wormhole, kelinci putih Alice, Dr. Who, Back to the Future, Terminator, dll), lalu beralih ke novel-novel fantasi dan literatur klasik (termasuk Sherlock Holmes) lalu berpindah lagi ke referensi mitologi. Tentang dewa-dewi dunia lampau yang kehilangan kekuatan setelah jaman berganti dan para pemujanya habis. *bayangkan kalo Aphrodite ikut kontes ratu-ratuan bareng Kishimojin, Freya dan Hathor, lalu hadiahnya adalah cermin, cermin di dinding... siapa yang paling can.... wakakaka....*
Jika buku pertamanya sedikit banyak menyinggung tentang kritik politik seorang diktaktor, buku ini lebih menyinggung tentang waktu, masa lalu-masa kini-masa depan, dan bagaimana kita seharusnya jangan takut menghadapinya, melainkan harus selalu berusaha sekuat tenaga. Tentang kematian yang pasti akan datang, tapi untuk apa ditunggu-tunggu. Tentang persahabatan dan keluarga. Tentang dongeng-dongeng omong kosong yang ternyata memegang banyak sekali kekuatan, imajinasi dan ide tentang kehidupan. Bagusss sekali!!
Mungkin jika ditarik benang merah dengan kehidupan pengarangnya sendiri, Novel Harun dan Samudra Dongeng dulu ditulis saat ia belum lama terusir dari kehidupan normalnya, sedikit padat dengan kegetiran dan kemarahan. Sedangkan Novel Luka dan Api Kehidupan ditulis saat ia sudah jauh lebih mapan di kehidupannya yang sekarang dan lebih menyoal pada mengisi dan menikmati waktunya dengan tenang bersama buku-buku dan keluarganya. imho.
Kalau boleh mengatakan sesuatu yang tidak kusukai di novel ini, hanyalah alur cerita petualangan yang dipararelkan dengan permainan videogame, piespi dan wii, dengan bonus nyawa gratis dan tombol level-saved. Padahal ya gak ngaruh dalam cerita jugaaaa... :p
Untuk edisi Bahasa Indonesia-nya ini masih diterbitkan oleh penerbit yang sama, yaitu Serambi. Terjemahannya masih tetap bagus, mengalir lancar, enak dibaca dan tanpa typo. Covernya masih bernuansa biru yang kusuka, namun di sini lebih bersinar dengan warna-warna yang lebih cerah dari ilustrasi api kehidupannya. Sayang hanya ilustrasi Luka dan si Beruang yang tampak, si Anjung ketinggalan tak digambarkan (ini bukan salah ketik lho... memang si Beruang yang tampak, si Anjing tidak!! hahahaha.... *baca deh novel ini, baru tahu maksudku*) :p
Baca juga review-ku tentang Harun dan Samudra Dongeng di sini.
https://www.goodreads.com/review/show/1248451184
Review ini diposting dalam rangka event
Around the Genres in 30 Days
Kelompok Genre Science Fiction and Fantasy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar