Sabtu, 25 April 2015

Misteri Patung Garam


Judul: Misteri Patung Garam
Pengarang: Ruwi Meita
Penerbit: Gagas Media (2015)
ISBN: 979780786X
Jumlah Halaman: 284 halaman
Penerbitan Perdana: 2015





Sinopsis:
Dia sangat sadis. Dan, dia masih berkeliaran.

Seorang pianis ditemukan mati,
terduduk di depan pianonya, dengan bibir terjahit.
Bola matanya dirusak, meninggalkan lubang hitam yang amat mengerikan.
Rambut palsu merah panjang menutupi kepalanya.
Sementara, otak dan organ-organ tubuhnya telah dikeluarkan secara paksa.

Kulitnya memucat seputih garam.
Bukan, bukan seputih garam.
Tapi, seluruh tubuh sang pianis itu benar-benar dilumuri adonan garam.

Kiri Lamari, penyidik kasus ini,
terus-menerus dihantui lubang hitam mata sang pianis.
Mata yang seakan meminta pertolongan sambil terus bertanya,
kenapa aku mati?
Mata yang mengingatkan Kiri Lamari akan mata ibunya.
Yang juga ia temukan tak bernyawa puluhan tahun lalu.

Garam? Kenapa garam?

Kiri Lamari belum menemukan jawabannya.
Sementara mayat tanpa organ yang dilumuri garam telah ditemukan kembali….

Dia sangat sadis. Dan, dia masih berkeliaran.

Seorang pianis wanita ternama ditemukan tewas di rumahnya sendiri. Lokasi ditemukannya mayat korban telah diatur sedemikian teatrikalnya sehingga mengundang tanya para penyelidik. Selain seluruh tubuh dan wajah korban dilumuri adonan garam dan dipanggang, ternyata organ dalamnya juga telah dikeluarkan secara menyeluruh, serupa mayat yang mengalami mumifikasi. Di lokasi tersebut juga ditemukan pesan si pembunuh. ΙΔΙΣ. IDIS. Si tokoh ibu yang menjelma menjadi tiang garam dalam cerita penghancuran kota Sodom dan Gomorah.

Tokoh utama kisah penyelidikan ini adalah seorang Inspektur Polisi bernama Kiri Lamari. Seorang polisi tangguh dengan masa lalu yang ingin dilupakannya. Bersama dengan partnernya, Inspektur Saut, mereka berdua berusaha mengurai lepas jalinan misteri dibalik pembunuhan ini. Baru saja mereka mulai, seorang korban lagi ditemukan. Kali ini seorang pelukis, dengan lokasi penemuan mayat yang sama dramatisnya. Sebelum korban-korban lain berjatuhan di tangan si pembunuh berantai ini, Kiri dan Saut harus bertindak cepat dan cerdik, memburu si pelaku dari Surabaya ke Solo, Yogya dan Bojonegoro. Tapi tindakan itu malah membuat jengkel si pembunuh, dan ia memutuskan untuk menyerang balik, mengambil korban seorang yang sangat dekat dengan Inspektur Kiri sendiri.


Pertama kali membaca karya pengarang ini adalah novel "gila" berjudul Rumah Lebah dan di situ aku sangat menyukai kisahnya. Jadi saat melihat novel Patung Garam ini seliwar seliwer di rak buku para teman-teman Goodreads -apalagi membaca review mereka yang sangat positif- maka tidak heran novel ini langsung masuk daftar buruan. Begitu didapat, tidak butuh waktu lama untuk menamatkannya. Novel crimefic yang seru, dengan kasus yang amat sangat tidak biasa dan twist yang memang sudah kuharap-harapkan... plus akhir yang paling tak terduga (yah kupikir kasus sudah berakhir, sudah tenang-tenang menikmati penutup, eeehh.... ternyata halaman akhir dikagetkan lagi!) Memang benar aku sudah tepat menebak si pembunuh sintingnya, tapi adegan terakhir itu benar-benar datang tanpa permisi. Apakah ini tanda-tanda awal akan adanya sequel?? Semoga saja, aku gak keberatan kok membaca tentang kisah penyelidikan Pak Polisi Lamari lagi.


Tentang kisah kasusnya, aku suka. Alur penyelidikannya berjalan cepat dan logis. Baik penjahat maupun polisinya bertindak penuh perhitungan, sehingga pertempuran berjalan cukup seimbang. Kisah sampingannya yang sedikit berlebihan menurutku. Entah berapa kali adegan Kenes mendesak Kiri untuk berbicara dengan Bapaknya, padahal adegan kematian Ibu Kiri sekian tahun yang lalu hanya diceritakan di awal dan naaaanti di akhir kisah. Pembaca dibiarkan menunggu tanpa perkembangan apa-apa, kecuali pengulangan desakan Kenes. Tokoh Kenes sendiri juga sangat menyenangkan. Penuh rasa ingin tahu, suka berpetualang, tough woman tapi suka sepatu high heels. Niceeee... Love it. Karakter yang pantas untuk mendampingi seorang reserse polisi yang sedang terang bintangnya. Inspektur Saut juga punya karakterisasi kuat, plus sumpah serapahnya yang tak ada duanya. Sayang di akhir kisah, dia diubah menjadi tipikal polisi pelengkap yang tidak punya insting. Tokoh polisi ala film-film India, yang menjauh saat aksi sebenarnya berlangsung, dan nanti datang saat semuanya sudah selesai. Lalu tentang si Ireng, seberapa penting sih tokoh ini? Jangan salah sangka, aku justru sangat menyukai tokoh ini dan mulut lancangnya. Tapi selain perannya mengantarkan Kiri ke TKP di bagian awal, dan bahwa ia nyaris jadi korban di bagian akhir, di pertengahan kisah ia cuma jadi filler tentang anak jalanan yang terselamatkan. Kalau saja tokoh bocah ini bisa diberi peran lebih penting dalam penyelidikan, punya pengetahuan-pengetahuan unik tentang sesuatu hal misalnya, atau mungkin bisa disuruh-suruh untuk mencari tahu hal-hal khusus yang sulit diselidiki seorang polisi, nah jika begitu kan relasi Kiri-Ireng bisa lebih setimpal, bukan sekedar jadi anak yang numpang makan tidur memanfaatkan kebaikan Kiri dan Kenes.

Dengan segala kelebihan dan kekurangannya, novel ini langsung kutamatkan dalam sehari baca. Kisah penyelidikan Pak Polisi Kiri Lamari ini terlalu membuat penasaran untuk ditinggal lama-lama. Kasus yang pelik, detektif polisi tangguh, plus pelaku yang cenderung psikopat, diramu dengan pas. Novel ini jadi satu novel thriller-crime fiction asli Indonesia versi modern yang layak dibanggakan, setelah lama ditinggal pengarang jadul genre ini seperti V. Lestari atau S Mara Gd.


Oiya, dan ilustrasi covernya cantiiik.... ;p





https://www.goodreads.com/review/show/1255405150

4 komentar:

  1. Ini juga sering sliwar-sliwer di postingan temen2... kayanya kudu baca deh.. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ayuukkk baca.... gak bakal nyesel kok :)

      Hapus
  2. Cuma pernah baca bukunya Ruwi Meita yang Cruise Chronicle. Penulisnya keren ya, bisa nulis romance bisa nulis crimefic juga :)

    Penasaran sama bukunya, terlebih tentang Patung Garamnya. Kalo ada cerita pembunuhan dan "detektif-detektif"an gini, jadi ingat buku-bukunya S. Mara Gd. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. aku malah belum pernah baca karya ruwi yang romance. Cruise Chronicle noted. kapan2 dicoba.

      Dyah suka S. Mara Gd juga? :)

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

My Recent Pages

Recent Posts Widget