Minggu, 31 Januari 2016

Hujan



Judul: Hujan
Pengarang: Tere Liye
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2016)
ISBN: 9786020324784
Jumlah Halaman: 320 halaman
Penerbitan Perdana: 2016




Lihat sinopsis
Tentang persahabatan
Tentang cinta
Tentang perpisahan
Tentang melupakan
Tentang hujan

Seperti yang pernah ku-share di sini, beberapa waktu lalu aku sempat ingin sekali membaca novel ini. Pokoknya semenjak lihat melihat penampakannya pertama kali, aku sudah ter-cover lust dan ter-judul lust. Hujan memang satu hal selalu bikin moodku jadi baik, entah kenapa. Novel berjudul Hujan yang dikarang Tere Liye?? Tentu langsung masuk daftar buruan.


Karena blurpnya tidak memberikan apapun tentang ceritanya, aku juga tidak mengharapkan sesuatu, apa pun. Apalagi si pengarang juga sudah pernah menulis berbagai genre, dari YA fantasy sampai romans keluarga, dari kisah cinta sampai cerita tukang jagal nomer satu. Jadi begitu dapat bukunya, langsung skimming-skimming, daaaaaan... ternyata ini kisah cinta dibalut cerita doomsday sci-fi. Baiklah... mari mulai kita membaca....

*gak bisa berhenti baca*

*tetep gak bisa berhenti*

*sesak napas bareng Lail, menunggu kabar dari Esok*

*selesaaaaai* *ah, LEGANYA*



Kisahnya campuran nyaman dari (2012 + Eternal Sunshine of the Spotless Mind + legenda Tanabata + Wall-E + Deep Impact), tapi dengan penceritaan yang bikin mewek dan twist di ending yang lumayan surprising. Dibuka di tahun 2050, dengan tokoh Lail yang ingin menghapus sebagian memori-nya, terutama memori tentang hujan. Saat sang terapist membuat Lail bercerita tentang memori-memorinya ini, pembaca diajak mengikuti kisah Lail, sejak awal bencana yang menimpa bumi dan membuat Lail yatim piatu, pertemuannya dengan Esok, perpisahannya, janji pertemuan yang hanya setahun sekali, hingga suatu rahasia besar yang dibawa Esok yang menentukan nasib mereka berdua (beserta nasib seluruh umat manusia di Planet Bumi ini *no kidding!*)


Bacaan ringan yang amat menyenangkan... asal jangan dipikirkan terlalu susah-susah. Dinikmati sajalah, anggaplah ini film hollywood durasi 95 menit yang semua tokohnya berkapasitas jadi pahlawan, mampu mengatasi semua kesulitan, bernasib baik dan segalanya berakhir manis.

Meskipun sudah kukatakan seperti itu, tapi tetap ada beberapa hal yang tetap mengganjal hatiku. Misalnya, semua kisah ini diceritakan dari sudut pandang Lail. Oke, ceritanya memang mengalir, dan ini memang tentang Lail... tapi akibatnya, semua karakterisasi tokoh lain jadi terasa setipis kertas. Maryam, misalnya. Tokoh kribo yang kocak ini sebenarnya bisa banyak mencuri lime-light dari Lail, jika diberi porsi sedikit lebih intens. Dari mana asalnya, bagaimana kisahnya hingga menjadi yatim piatu, bahkan sebelum bencana besar, latar belakangnya dan interaksinya dengan tokoh-tokoh lain. Seperti kejadian taksi terbang itu lo, bikin ngakak pol walau cuma dalam beberapa kalimat saja. Demikian pula dengan si tokoh utama pria, Esok a.k.a si ilmuan muda jenius Soke Bahtera. Aku ingin tahu apa yang ada di kepala - dan hatinya - di beberapa bagian cerita novel ini. Apakah ia memang sekuat yang digambarkan oleh Lail, atau ia juga membawa kisah-kisah duka dan bebannya sendiri. Suara Esok jelas nyaris tidak terlihat sama sekali sepanjang kisah. *I want more Soke Bahtera, pleaaaase*

Selain itu aku juga merasa bola cerita digelindingkan terlalu cepat. Sehabis didera bencana sedemikian dahsyat - letusan gunung berapi skala 8 VEI (silakan google sendiri), tetapi manusia-manusianya "sembuh" terlalu cepat, kota pulih terlalu cepat, tanaman tumbuh kembali terlalu cepat, bahkan teknologi juga mengalami kemajuan amat sangat pesat dalam hitungan beberapa tahun saja. Memang sih ini semua ceritanya terjadi sekian puluh tahun dari sekarang, jadi mungkin saja teknologi saat juga sudah mampu untuk menopang itu semua.... mungkin.... *tapi sebenernya masih gak yakin sih*


Sepanjang cerita, aku sempat berkali-kali tidak setuju dengan keputusan Lail untuk menghilangkan memori-memorinya yang menyakitkan. Karena memori adalah waktu, *ter-Den-O sekali aku ini* dan bagaimana bisa mengilangkan memori yang menyakitkan tanpa juga menghapus semua memori yang hangat dan menyenangkan. Memori tentang seseorang yang pernah hadir dan membentuk jati diri kita sekarang, yang pernah kita cintai dan mencintai. Ah.... tapi ending kisahnya mampu menjawab keberatan-keberatanku semua. Lega dan puas rasanya saat akhirnya menutup cover belakang buku ini.

Yah, intinya novel Hujan sedikit lebih berat ke kisah romansa antara Lail dan Esok, hanya saja dalam balutan kisah scifi. Tentang persahabatan mereka, tentang perpisahan mereka, tentang cinta mereka... dan tentang melupakan. Juga tentang hujan yang mungkin tak kan jatuh lagi.

Moral of the story:
you REAAAALLY don't wanna mess with mother nature!!





Reading Challenge:




https://www.goodreads.com/review/show/1503595107

3 komentar:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

My Recent Pages

Recent Posts Widget