Rabu, 06 November 2013

The Queen's Thief series


Judul: Sang Pencuri dari Eddis
Judul Asli: The Thief
Seri: The Queen's Thief #1
Pengarang: Megan Whalen Turner
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2011)
ISBN: 978-979-22-7154-6
Jumlah Halaman: 360 halaman
Penerbitan Perdana: Oktober 1996
Literary Awards: Newbery Honor (1997), Dorothy Canfield Fisher Children's Book
Award Nominee (1998), Mythopoeic Fantasy Award for Children’s Literature (2011)

Judul Asli: The Queen of Attolia
Seri: The Queen's Thief #2
Pengarang: Megan Whalen Turner
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2011)
ISBN: 978-979-22-7649-7 
Jumlah Halaman: 368 halaman
Penerbitan Perdana: April 2000
Literary Awards: Mythopoeic Fantasy Award for Children’s Literature (2011)

Judul Asli: The King of Attolia
Seri: The Queen's Thief #3
Pengarang: Megan Whalen Turner
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2011)
ISBN: 978-979-22-7757-9
Jumlah Halaman: 368 halaman
Penerbitan Perdana: Januari 2006
Literary Awards: ALA's Top Ten Best Books for Young Adults (2007), 
Mythopoeic Fantasy Award for Children’s Literature (2011)

jump to The Thief
jump to The Queen of Attolia
jump to The King of Attolia



The Thief

Kisah dibuka dengan memperkenalkan Gen, seorang pencuri bermulut besar yang rada sembrono, yang sedang mendekam di penjara kotaraja Sounis. Gen ini membual berkata bisa mencuri apa saja. Ketika ditantang oleh seisi kedai minum, ia lalu benar-benar mencuri permata raja dan mempertontonkannya kepada semua pengunjung kedai. Tak pelak, selang berapa lama, sepasukan pengawal mendatanginya dan memasukkannya ke penjara dengan pengawasan maksimum (yaitu rantai di pergelangan tangan, kaki dan perutnya) dan memastikannya tak bisa meloloskan diri sedikit pun.

Berbulan-bulan berlalu, suatu ketika Gen didatangi Magus kerajaan dan menawarinya pembebasan dengan syarat ia harus mencuri sesuatu di sebuah tempat. Ia sontak menerima tawaran ini, meski banyak sekali hal yang masih dirahasiakan sang magus dari dirinya. Mulailah petualangan Gen bersama sang magus, yang juga ditemani oleh dua orang muridnya, Sophos, si bangsawan muda yang ingin belajar, dan Ambiades, murid magus yang lebih tua namun berlagak bangsawan, serta Pol, seorang kapten prajurit veteran yang tak banyak cakap.

Ternyata perjalanan ini dilakukan secara incognito karena mereka akan melewati batas-batas negara Sounis, melintasi Eddis di daerah pegunungan hingga memasuki wilayah perkebunan datar Attolia. Masalahnya ketiga negara ini sedang melalui masa-masa kritis, meski masih damai, perang bisa terjadi kapan saja. Dengan kekuatan berimbang, tanpa pakta pertahanan bersama, negara yang satu tak akan bisa mengalahkan dua negara yang lain. Masalah lain, sebuah kekuatan dari seberang lautan, Negara Mede, juga telah blingsatan ingin menguasai wilayah kepulauan ini. Jadi menurut sang Magus, Raja Sounis harus menikahi Ratu Eddis, kemudian keduanya memaksa Attolia tunduk, sehingga ketiga negara ini mampu menahan serangan Mede (very good plan, Magus. Bravo!) Di sinilah peran Gen. Ia harus mencari dan mencuri permata sakral bangsa Eddis yang telah hilang seabad yang lalu, agar Ratu Eddis tidak kuasa menolak perjodohan ini. Sang Magus berhasil menemukan peta yang menunjukkan sebuah kuil di wilayah Attolia, yang ia percayai sebagai tempat disembunyikannya permata sakral Eddis tersebut.


Nah, saat membaca sampai di sini, kegusaran saya terhadap Gramedia muncul. Kenapa? Karena buku edisi bahasa Indonesianya ini berjudul Sang Pencuri dari Eddis. Please deh, kalo ini bukan disebut sebagai spoiler besar-besaran, lalu apa. Lagi seru-serunya membayangkan tentang mata-mata, siapa bekerja untuk siapa, siapa setia pada siapa, siapa si pengkhianat dalam grup, la kok enteng aja di cover depan disebutkan, ini lo... si Gen ini sebenernya orang Eddis. Jadi, masih dalam semangat menspoilerkan diri, sekalian aja dibilangin, [spoiler Si Gen itu disuruh oleh Ratu Eddis lo, buat mencuri permata sakral biar gak jatuh ke tangan Sounis ataupun Attolia.] Atau begini [spoiler Gen itu sebenarnya Eugenides bangsawan, sepupu kesayangan Ratu Eddis dan putra menteri senior kerajaan Eddis.] *lalu saya digethok rame-rame oleh pembaca*

Tapi terlepas dari itu, sebenarnya plot buku ini benar-benar bagus. Bahkan dengan kecurigaan *kok pencuri dari Eddis sih, Gen kan orang Sounis??!?* pun, saya masih bisa menikmati jalinan rahasianya. Detail-detail kecil tersebar sempurna di seluruh bagian kisah, bahkan dari halaman pertama. Saya cukup kepo untuk membaca ulang novel ini di beberapa bagian, dan saat membaca ulang tersebut, saya menikmati munculnya detail-detail tersebut, yang pada saat pertama membaca beberapa terlepas dari perhatian saya (beberapa yang lain saya perhatikan sungguh-sungguh, gara-gara judulnya). Beberapa kejutan lain juga masih tersedia, sehingga saya tidak benar-benar kecewa terhadap *balik lagi* masalah judul tersebut.

Satu kekurangan seri ini, baik di buku pertama maupun yang akan makin terasa di buku-buku selanjutnya, adalah tidak adanya peta yang menggambarkan keadaan wilayah tiga negara Sounis, Eddis dan Attolia. Misalnya di buku ini, Sang Magus boleh saja berkata, 'sungai ini mengalir ke arah yang salah', tapi pembaca mana tahu artinya, sehingga kecerdikan Gen menipu mereka masuk kembali ke wilayah Eddis tidak kita pahami sampai akhirnya dijabarkan oleh penjaga pintu gerbang Eddis.

Selain masalah judul, penterjemahan novel ini ke dalam bahasa Indonesia juga terasa janggal dan aneh. Sedikit harfiah, hingga terkadang perlu berulang kali membaca sebuah kalimat untuk memahami artinya. Ada pula beberapa kalimat yang terasa tidak nyambung, dan setelah cek dan ricek baca edisi aslinya, ternyata memang ada sedikit lost in translation. Heran ya... biasanya terjemahan GPU itu yang paling top di antara penerbit lainnya.... Covernya bagus. Comical. Unik dan tidak biasa untuk sebuah novel YA Fantasy. Hijaunya teduh, membuat saya membayangkan lautan pohon Zaitun di Attolia. Hanya saja ilustrasi Gen sedikit tidak sesuai dengan deskripsi dalam cerita, yang katanya berambut hitam ikal agak panjang (gara-gara dipenjara berbulan-bulan) dan dikepang (masalah kepangan rambut ini penting, karena ada rahasianya sendiri). Kalau rambut Gen sependek itu, terus dia tttiiiii*hilang sinyal*iiitt  bagaimana?

*plus saya sebenarnya membayangkan Gen sedikit lebih tampan dari gambar itu* #eaaa






The Queen of Attolia

Wow... ini novel sequel yang mengawali ceritanya dengan pembukaan paling 'cetar membahana'. Dan karena seri ini tidak malu-malu dalam hal spoiler, maka perhatikan ilustrasi cover-nya dan bolehlah saya berkata, Ratu Attolia akan menangkap dan memotong tangan kanan Eugenides, Si Pencuri kesayangan Ratu Eddis, sebelum 39 halaman buku berlalu. Yup... benar-benar dipotong, diamputasi pake golok sampe putus, tus, tus. Sebuah tindakan yang sangat emosional dan sembrono, dan tak pelak memicu ketegangan antara Eddis dan Attolia hingga ke puncaknya. Maka pecahlah perang antara kedua negara. 

Seluruh kejadian ini tampaknya disebabkan kurangnya pengalaman Ratu Attolia yang ternyata dimanfaatkan oleh Kerajaan Mede yang mengirimkan Duta Besarnya, Nahuseres, untuk mempengaruhi dan merayu Ratu cantik ini. Tapi sebenarnya, Ratu Attolia ini cukup cerdik. Ia bukannya tidak menyadari motif-motif Dubes Nahuseres, masalahnya, Sang Ratu ini kekurangan dukungan internal dari para bangsawannya sendiri. Ia sedang berusaha mengukuhkan kekuasaannya dan terpaksa memainkan permainan berbahaya, yang bukan saja mempertaruhkan tahta keratuannya, namun juga nasib ketiga negara, Attolia, Eddis dan Sounis.

Sementara Eddis dan Attolia (dan Sounis) saling serang, Eugenides mengalami keruntuhan mental paling menyedihkan. Ia merasa sangat tidak berguna, kecacatannya menjadikannya getir, tertutup dan tak peduli pada kejadian di sekelilingnya. Sampai suatu ketika, Magus Sounis datang dan mengguncangkan seluruh kesadarannya, menariknya kembali ke dunia nyata. Sang Magus membuat Eugenides mulai mengerti, bahwa aset utama seorang pencuri bukanlah tangannya, tapi otak dan kecerdikannya. Sebuah tindakan yang sangat strategis dari sang Magus, yang menjadi pemicu berubahnya tatanan kekuasaan Tiga Negara. Tindakan yang mungkin kelak akan disesalinya. Membuat Eugenides bangun dari mimpi-mimpi buruknya berakibat buruk pada masa depannya sebagai Magus Sounis.


Pada saat saya memilih untuk melanjutkan membaca seri ini, sebenarnya saya mengira akan mendapatkan satu lagi petualangan Gen mencuri sesuatu. Namun kisahnya berubah arah ke jalan yang sama sekali berbeda. Buku kedua ini berkisah tentang pergolakan kekuasaan tiga negara dan para ratu dan raja yang memimpinnya. Cukup menarik menyimak adu strategi ketiganya, dan melihat bagaimana orang-orang terdekat mereka (dengan motifnya masing-masing) memberikan pengarahan dan saran-saran, Dubes Nahuseres di Attolia, berusaha membuka jalan bagi negara Mede menguasai daerah kepulauan, Sang Magus di Sounis mengabdi bagi kejayaan negaranya, dan Eugenides di Eddis, mencoba menyelamatkan Ratu yang disayangi dan Ratu yang diam-diam dicintainya. *...oh, how romantic....:) what? of course it's romatic, he must be trully in love with her to try to protect her like that, instead of everything that had had happened*

Terbiasa membaca tingkah laku Gen yang rada sembrono, selalu riang dan easy going, melihatnya terpuruk, ketakutan dan getir di buku ini sungguh sangat menyiksa. Saya sampai tak sabar membalik halaman demi halaman selalu berharap Gen kembali jadi Gen yang dulu. Sementara itu, pembaca juga diperlihatkan Ratu Attolia yang diam-diam menyesal dan selalu mencari berita tentang Gen, membuat hati tambah gemas. Pokoknya, sekali membaca buku ini, saya hampir tidak bisa meletakkannya kembali hingga akhir. 

Menjelang akhir, saat rencana pamungkas Eugenides (yangamatsangatcerdiknekadtakterdugadanjugaromatispisan) gagal total, Nehuseres menangkap kembali dirinya. Lalu tepat saat Attolia (yang berulang kali mengancam memotong tangan kiri, kedua kakinya dan juga lidahnya) menatap mata Gen dan mengatakan ia takkan pernah melepaskan dirinya kembali... I knew it... I really knew what she meant. Dan Gen...Gen juga tahu. Fiiuuh.... *baru ingat untuk bernafas lagi*     

Ending-nya bagus. Aku suka kenyataan bahwa meskipun Attolia dan Eugenides akhirnya berdamai, masih begitu banyak tantangan dan kenangan buruk di antara keduanya yang tidak akan begitu mudah memudar. Realistis. Dan aku juga suka, mulut lancang Eugenides sudah kembali melontarkan komentar-komentar pedas menohoknya. Meski begitu, saya juga seperti Eddis, merasakan keengganan layaknya ibu Hespira... [spoiler ada rasa tidak rela Eugenides menjadi raja di Attolia, karena belum terlalu percaya ketulusan Ratu Attolia sebanding dengan ketidaknyamanan yang akan dialami Eugenides]. Eugenides memang keras kepala sih. Satu lagi catatan saya, tampaknya jabatan Pencuri sang Ratu (Queen's Thief) ini bukan hanya berarti secara harafiah saja. Sang Pencuri di sini dapat dianggap seperti layaknya agen mata-mata kepercayaan, cukup berkuasa dan berhak memberikan masukan-masukan strategis pada Ratu. Ia juga hanya bersumpah setia pada negara Eddis (Karena itulah, di buku pertama dulu, si penjaga gerbang yang mengenali Gen, langsung mengantarkannya ke Istana, bahkan tanpa bertanya siapa yang bersamanya atau apa urusan mereka.)

Kekurangan novel ini, masih sama dengan novel pertamanya. Tidak ada peta wilayah tiga negara. Di sini malah lebih sulit lagi membayangkan posisi pasukan masing-masing negara, arah serangan dan strategi yang dijalankan masing-masing, terutama di bagian akhir-akhir kisah.

Untuk edisi bahasa Indonesianya, terjemahannya sudah jauh lebih bagus dari buku pertama, walau kadang-kadang ada juga kalimat yang bikin dahi berkenyit memikirkan maksudnya. Seperti yang bisa diharapkan dari GPU, cetakan bukunya bersih typo. Covernya masih senada dengan buku pertamanya, nuansa comical, didominasi warna hijau dan kuning yang sejuk. Ilustrasi Ratu Attolia-nya cantik, sesuai dengan gambaranku. Sayangnya anting-anting mirah delima-nya tidak terlihat.








The King of Attolia

Di buku kedua Eugenides sudah menjadi Raja Attolia, jadi kupikir di buku ini akan ada banyak peperangan dan adu strategi perang antara Attolia/Eddis melawan Sounis atau Mede. Yup... saya salah perkiraan lagi. Seri ini memang unik, ketiga buku pertamanya, yang meskipun berlanjut secara kronologis, memiliki tema dan alur yang berbeda-beda. Buku pertama bertema petualangan seorang pencuri, buku kedua adu strategi perang antara 3 negara bertetangga, sekarang buku ketiganya bertema intrik istana. Bagaimana Eugenides membantu Attolia membenahi tatanan tahta keratuannya melawan baron-baron bangsawan yang haus kekuasaan.

Berbeda dengan keadaan di Eddis yang ratunya berkuasa dengan solid, para menterinya dapat dipercaya dan para pembantunya setia sampai mati, Attolia adalah negara yang rapuh secara internal. Sang Ratu secara konstan menghabiskan energi dan sumber dayanya melawan Baron Erondites dan antek-anteknya yang bertekad menjadikannya ratu bayangan. Selama ini, saat sang Ratu belum bersuami, para Baron masih saling lirik siapa yang akan dipilih menjadi Raja. Sekarang meski dengan adanya Eugenides sebagai Raja Attolia, keadaan tetap di ujung tanduk, karena Eugenides tidak terlalu mencampuri masalah pengaturan negara. Malah sebaliknya, Eugenides kerap menjadi bulan-bulanan, bukan saja oleh para bangsawan, tetapi juga oleh para ajudan dan pengawal kerajaan. Berbagai usaha telah dilakukan oleh para pendukungnya agar Eugenides menjadi Raja yang berkuasa, namun memang dasar dia yang memang tidak berambisi. Meskipun demikian, secara sangat halus dan "cara bodoh", Eugenides sebenarnya telah memberikan saran-saran yang sangat strategis dan tepat sasaran pada Ratunya. Cara yang mungkin tidak disadari siapapun, kecuali orang-orang yang sangat mengenal kepribadian dan kepandaian Eugenides. *seperti usul asalnya tentang masalah jembatan itu, yang membuat dua orang Baron yang setia pada Ratu mendapatkan askes langsung ke ibukota sekaligus membuat pasukan Eddis dapat diterima di lokasi-lokasi strategis untuk pertahanan. Sangat tidak mungkin kalau itu hanya sekedar usul asal-asalan!!*

Sementara itu, seorang prajurit muda bernama Costis, mendapatkan kepercayaan Teleus, si kapten pengawal Ratu, untuk menjadi salah satu pemimpin pasukan pengawal. Saat namanya disebut-sebut, minat Eugenides juga timbul terhadapnya. Dengan cara-cara licik khas Gen, ia berhasil mendapatkan Costis sebagai pengawal utamanya. Meskipun bagi Costis sendiri dan bagi para prajurit yang lain tampaknya Sang Raja memiliki dendam memuncak terhadapnya, tanpa disadari, sedikit demi sedikit si Costis ini juga mulai jatuh setia pada Rajanya. Untunglah demikian, karena pihak-pihak Baron Erondites dan Nehuseres mulai tak sabar, dan menghendaki darah sang Raja. Dan sehebat-hebatnya Gen, ia sendirian di Istana Attolia ini tanpa pengamanan yang memadai.


Meskipun saya tidak pernah menggemari kisah intrik istana, kisah Raja dan Ratu Attolia ini cukup menarik untuk dibaca tanpa berlama-lama. Mungkin karena saya sudah mengenal Gen dan tahu persis serta percaya mutlak pada kemampuannya berlicik-licik dan berlicin-licin pada semua penjilat Istana itu. Yang sangat mengejutkan justru adalah penggambaran sisi rapuhnya, bahwa seorang Gen juga bisa merasa lelah dan rindu rumah, serta ia kadang-kadang masih frustasi dengan kondisi fisiknya. Adegan singkat tapi menyentuh hati saat Eugenides menatap keluar jendela, hal kecil yang bahkan mampu membuat hati Costis tergerak. Adegan marah-marahnya saat tahu bahwa suruhan Nehuseres berniat membunuhnya, dan penjelasan Phrisine mengapa Sang Ratu tidak boleh tahu tentang hal itu, membuat saya sungguh-sungguh berharap Gen bisa bahagia bersama Attolia. Saya juga tidak pernah rela pada ketidakacuhan Attolia, sampai saat ia datang menengok Eugenides yang terluka, sambil mengatakan '98 hari'. Oh ya ampuuunn.... kalian berdua ini cocok kok ternyata, paling jago bikin rencana gila yang bikin senewen para pembaca.

"Dia tidak menikahimu untuk menjadi Raja, dia menjadi Raja karena menikahimu."
Sayangnya, menurutku, endingnya kurang menohok. Klimaks cerita justru saat Eugenides dan Attolia berhasil menyingkirkan keluarga baron yang paling berkuasa, lalu kemudian alurnya menjadi dataaaarrr. Memang sih, bukan itu yang paling penting. Isu utama buku ini memang bagaimana Eugenides mau membuktikan bahwa ia pantas menjadi Raja dan memegang kekuasaan, sesuatu yang paling ogah dilakukannya meskipun sudah didesak oleh Sang Ratu sendiri maupun Ornon, Sang Duta Besar Eddis.



Untuk buku edisi Indonesianya ini, masih sama dengan buku-buku sebelumnya, minim typo tapi masih ada terjemahan yang janggal. Cover masih nuansa comical yang serasi dengan dua buku sebelumnya, namun yah itulah.... ilustrasi Eugenidesnya kurang tampan. :p





The Thief https://www.goodreads.com/review/show/412049288
The Queen of Attolia https://www.goodreads.com/review/show/412049432
The King of Attolia https://www.goodreads.com/review/show/412049528

3 komentar:

  1. Jadi, intinya bagus kan ya buku ini?
    Soalnya aku baru aja masukin ke wishlist :P

    Salam,
    Lilis

    BalasHapus
  2. yang ngomen sebelum aku namanya sama dg ku "Lilis" oke abaikan intro yang gaje. Setelah membaca reviewnya aku baru ngeh ini trilogi.. karena aku baru punya buku nya yg pertama dan masi ditimbunan.. hiks..hiks...

    BalasHapus
  3. halo... lilis dan lilis :-P

    Iya, seri ini bagus kok, kalo mengutip temanku Dhia, dia mengatakan kalo seri ini ditulis dengan cerdas. Sebenarnya bukan trilogi. Memang yang diterbitkan oleh GPU baru 3 ini, tapi edisi aslinya sdh ada buku #4 "A Conspiracy of Kings" (repiu menyusul, baru dibikin). Dan juga menurut pengarangnya nanti ada 6 buku (entah kapan)

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

My Recent Pages

Recent Posts Widget