Selasa, 20 Mei 2014

Lapar


Judul: Lapar
Judul Asli: Sult
Pengarang: Knut Hansum
Penerbit: Yayasan Pustaka Obor Indonesia (2013)
ISBN: 978-979-46-1850-9
Jumlah Halaman: 284 halaman
Penerbitan Perdana: 1890




Bagaimana mungkin seseorang yang sedemikian laparnya, lapar dalam artian yang sangat harafiah, masih punya kemampuan untuk mempertanyakan moralitasnya sendiri. Ia merasa bersalah karena menggadaikan selimut pinjaman, dikejar-kejar dosa saat menerima uang kembalian yang bukan haknya, bahkan malu saat tak mampu memberi recehan pada seorang pengamen, padahal ia sendiri dalam keadaan melilit karena sudah berpuluh jam tanpa makanan.



Novel ini berkisah tentang seorang tokoh tak bernama, yang tinggal di kota Christiania (sekarang Oslo, Norwegia). Secara pengakuan dirinya sendiri, ia adalah penulis lepas. Ia menulis apa saja, dari romans bersambung hingga filsafat populer dan memasukannya untuk kolom surat kabar. Masalahnya, ia miskin. Jangankan untuk membayar sewa kamarnya, untuk makan pun sering ia tak mampu. Memang ada waktu-waktu di mana ia memiliki sejumlah uang hasil tulisannya, atau hasil menggadaikan barang-barangnya, tapi tak lama kemudian ia jatuh melarat lagi. Sepanjang novel siklus ini terus berputar, makin lama makin parah hingga suatu ketika ia pernah berpikir untuk memakan pensilnya -satu-satunya benda yang masih menjaga kewarasannya sebagai penulis- dan di lain ketika ia melukai jarinya sendiri hanya untuk menghirup setetes darah agar pencernaannya berfungsi setelah berpuluh-puluh jam tanpa isi.

Berkali-kali ditendang keluar dari tempat tinggal sewaannya, berpuluh-puluh jam kelaparan, namun anehnya ia tak pernah merasa perlu menyalahkan masyarakat, kota, pemerintah atau apapun juga. Ia menganggap apa yang terjadi padanya adalah takdir... kehidupan yang harus dijalaninya. Ia juga masih memegang teguh norma-norma hidupnya sendiri. Sebuah potret kehidupan yang harus kuakui sangat istimewa, karena saat lapar inilah biasanya seseorang akhirnya jatuh pada keadaan yang kita sebut "dosa". Sebut saja novel Les Miserables dari Victor Hugo. Beratus-ratus halaman novel ini berkisah, semuanya diawali dengan sebuah keadaan lapar yang dialami Jean Valjean, sang tokoh utama, yang kemudian menyebabkannya mencuri sepotong roti (konon katanya, seorang diktator dunia juga mengawali kebenciannya yang tanpa batas pada suatu ras manusia karena seseorang tak memberinya roti saat dia dan keluarganya kelaparan meski ia telah mengemis mengiba-iba). Tapi si tokoh aku di sini terbebaskan dari kejatuhan seperti itu. Ada saat di mana ia tak sengaja diberi uang kembalian yang bukan haknya oleh seorang pelayan toko. Awalnya ia sangat bersuka akan hal ini, mulai makan bermewah-mewah dan bersenang-senang. Namun keadaan ini tak berlangsung lama, bahkan makanan yang telah ditelannya akhirnya termuntahkan kembali oleh rasa bersalah yang merongrong nuraninya. Terlebih istimewa lagi, tokoh aku ini masih memelihara rasa humor yang tinggi di samping harga dirinya yang tak pernah terkoyak. Ia masih sempat menggoda seorang wanita, ia beberapa kali masih bercanda dengan orang-orang yang ditemuinya, masih berjiwa romantis saat melihat bunga-bunga mawar merah, bahkan mengobrol bebas dengan polisi yang sedang berpatroli.

Sebuah pameran pergolakan batin yang memikat, dan bagaimanapun... tetap terasa jujur.

"Semua ini terjadi ketika aku sedang menjelajahi jalan ibu kota Christiania, kota aneh itu yang tak meluputkan seorang pun tanpa meninggalkan bekas mendalam pada dirinya."
Kisah diakhiri dengan si tokoh akhirnya memutuskan keluar dari siklus kemelaratan itu. Ia naik ke atas kapal dan berlayar keluar daratan Skandinavia. Mungkin di dunia baru, nasib tokoh penulis ini akan jadi jauh lebih baik, meski entah apa bekas mendalam yang terpatri di jiwanya.


* * *


Edisi bahasa Indonesia novel ini diterbitkan oleh Yayasan Obor Indonesia, hingga bisa dikatakan kualitas terjemahan dan pengantarnya sangat terjamin. Cetakannya bagus, akan tetapi di sekitar puluhan halaman terakhir ada typo beberapa kali muncul. Tidak sampai mengganggu sih, hanya saja ada cukup banyak hingga terperhatikan. Sayang sekali, mengingat ini edisi cetak ulang cover baru, terbitan tahun 2013, dengan nomer ISBN yang baru juga (covernya mirip, tapi ganti warna background putih jadi hitam), harusnya bisa lebih baik. Untuk ilustrasi covernya sendiri, yah begitulah, abstrak dan bukan seleraku. Padahal setelah melihat-lihat edisi di goodreads, ada banyak cover buku ini yang menarik, ini beberapa di antaranya.





* * *


Tentang Pengarang:


Source: here
Knut Hamsun (4 Agustus 1859 – 19 Februari 1952) adalah pengarang asal Norwegia yang dianugrahi Nobel Prize in Literature di tahun 1920 untuk karya monumentalnya Markens Grøde (Growth of the Soil). Karya-karyanya dituliskan dalam rentang lebih dari 70 tahun dan bervariasi subjek, perspektif and lingkupnya. Ia menerbitkan lebih dari 20 novels, kumpulan puisi, cerpen dan drama, catatan perjalanan dan beberapa essai. Lapar (Sult) adalah karya novel debutnya.

Terlepas dari karya-karya masterpiece-nya, sosok Knut Hansum sendiri sedikit kontroversial dalam timbangan pandangan politiknya. Cenderung rasialis dengan ketakutan pada miscegenation, membuatnya berbeda dengan penulis yang lain jaman itu. Ditambah lagi saat PD I dan jelang PD II ia sangat konservatif dan dekat dengan cara pandang politik Jerman, sebagai oposisi terhadap Inggris dan Rusia. Kekontoversialan ini diperuncing saat ia mengirimkan medali Nobel yang diterimanya kepada Joseph Goebbels sebagai Ketua Kamar Sastra Jerman. Hal yang menghebohkan karena Goebbels sendiri juga lebih terkenal sebagai Menteri Propaganda saat itu.

Meskipun pro-Jerman, ia tetap lebih pro-Norwegia. Berkali-kali ia membela orang setanah airnya yang didakwa bersalah oleh pangadilan Jerman, bahkan sempat sekali memprotes langsung kebijakan Hitler dan Josef Terboven, Administrator Sipil Norwegia yang menyebabkan kemurkaan Sang Führer hingga berhari-hari. Saat perang berakhir, ia sempat didakwa sebagai pengkhianat negara, namun akhirnya dibebaskan dan hanya membayar sejumlah denda. Novel/catatan harian berjudul Paa Gjengrodde Stier (On Overgrown Paths) yang ditulisnya sekitar tahun 1949 merupakan karya terakhirnya, dan juga semacam pembelaan dirinya akan semua tuduhan itu.

Knut Hansum meninggal dengan tenang 19 Februari 1952 pada usia 89 tahun di rumahnya di Norbolm.

More about Knut Hansum on Wikipedia.




4 komentar:

  1. Waaaaaaa dapet buku ini dimana, Cindy? >.<

    BalasHapus
    Balasan
    1. dapat di stan YOI pas festival buku semarang 2013 mbak. kayaknya cetul bareng Orang Asing, Jiwa-jiwa Lapar, dll. ^^

      Hapus
  2. Balasan
    1. bisa sih pesan ol ke YOI www.obor.or.id atau di tokbuk G kadang-kadang ada, tapi memang lebih enak pas ada pameran buku, biasanya didiskon sampai 30-45%

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

My Recent Pages

Recent Posts Widget