Selasa, 17 Juni 2014

Touché & Touché: Alchemist



Judul: Touché
Seri: Touché #1
Pengarang: Windhy Puspitadewi
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2014)
ISBN: 978-602-03-0363-5
Jumlah Halaman: 208 halaman
Penerbitan Perdana: 2011

Seri: Touché #2
Pengarang: Windhy Puspitadewi
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2014)
ISBN: 978-602-03-0335-2
Jumlah Halaman: 224 halaman
Penerbitan Perdana: 2014


Touché dan Touché: Alchemist adalah dua buah novel dengan tema yang cukup unik untuk teenlit fantasi dalam negeri. Keduanya menceritakan tentang sekumpulan orang yang memiliki kelebihan dapat menyerap bermacam pengetahuan dari sentuhan tangan mereka dan bagaimana belajar menerima dan menggunakan kemampuan mereka itu. Meskipun tema seperti ini bukan hal baru dan sudah sering diangkat dalam kisah graphic novel (macam X-Men-nya Marvel yang sudah berkali-kali di filmkan) maupun seri televisi (seperti serial Hero yang entah habis di season berapa), tapi tetap saja berasa angin segar bagi dunia novel teenlit kita.




Touché 

Selain kemampuan aneh yang bisa merasakan apa yang dirasakan orang lain lewat sentuhan, Riska memiliki kehidupan normal layaknya siswi SMA biasa. Tapi semua berubah sejak kedatangan Pak Yunus, guru pengganti, dan perkenalannya dengan Indra yang dingin dan Dani si juara kelas.
Riska kemudian diberitahu bahwa dirinya adalah touché alias orang yang memiliki kemampuan melalui sentuhan, seperti halnya Indra, Dani, dan Pak Yunus sendiri. Seakan itu belum cukup mengejutkan, Pak Yunus diculik! Sebuah puisi kuno diduga merupakan kunci untuk menemukan keberadaan Pak Yunus.
Dengan segala kemampuan mereka, Riska, Dani, dan Indra pun berusaha memecahkan kode dalam puisi kuno tersebut dan menyelamatkan guru mereka.

Di seri pertama ini pembaca diperkenalkan pada Indra, Dani dan Riska. Membaca blurb-nya kupikir tokoh sentralnya ya si Riska itu, tapi setelah membaca bukunya, tampaknya Riska hanya jadi pemeran pelengkap saja. Tokoh utama yang mendominasi cerita adalah Indra, si touché yang mampu membaca pikiran orang. Indra ini bersahabat ala simbiosis mutualisma dengan Dani, yang merupakan touché yang mampu menyerap isi tulisan hanya dengan menyentuh sebuah buku. Sedangkan Riska, Riska mampu menyelami perasaan orang saat bersentuhan... yaah, kalau perasaan seseorang lagi enak dan hepi sih oke-oke aja, lha kalau pas ketemu orang depresi frustasi dan lagi ogah hidup... gimana.... Karena itu, Riska (dan para touché yang lain) sering digambarkan suka memakai sarung tangan atau menaruh tangan rapat-rapat dalam saku jaket.

Ketiga pelajar SMU ini dikumpulkan oleh seorang guru pengganti bernama Pak Yunus yang ternyata seorang touché juga. Ia mengatakan adanya bahaya bagi para touché karena ada sebuah organisasi rahasia yang menculik mereka. Belum lengkap cerita beliau, eh Pak Yunus sudah keburu kena culik. Karena itu, Indra berusaha memecahkan kode rahasia lokasi penahanan Pak Yunus yang disembunyikan dalam sebuah puisi kuno. Kejar-kejaran pun berlangsung seru, namun siapa sebenarnya dalang utama penculikan Pak Yunus ini?


Nah, ide alur ceritanya dan twist di akhir kisah ini sebenarnya lumayan bagus, tapi menurutku, eksekusinya sedikit datar. Terlalu banyak plot hole dan karakterisasi yang tidak mendukung.

Yang pertama, karakterisasi Indra dan Dani itu terlalu mirip, sampai terbalik-balik saat pertama membacanya (eh tapi yang mind reader si Indra apa Dani sih? eh ini yang lagi 'baca' buku Indra ya? etc, etc.). Jika mau dibuat Dani yang dapat mengumpulkan fakta-fakta sangat cepat tapi tidak terlalu 'pandai' untuk mengolahnya, sedangkan Indra itu orangnya cerdik pandai dan mampu menghubungkan titik-titik menjadi gambar utuh, ya harusnya dibuat demikian. Seperti dinamika karakter Jupiter Jones dan Bob Andrews dalam serial Trio Detektif itu lho. Kalau di touché ini, Indra kesannya juga kelewat pandai dan tahu segala macam hal secara terlalu mendalam. Jika memang seperti itu, lalu apa gunanya Dani. Mending Dani diganti google dan wiki aja deh. Kalau saja karakter Dani dibuat lebih sok tahu, lebih sering memuntahkan data-data yang diserapnya di berbagai kesempatan, yang kemudian membuat Indra menjadi terpikir sesuatu, menarik kesimpulan tentang sesuatu, memecahkan persoalan yang dihadapi, pasti jadinya lebih asyik ceritanya. Lalu kemampuan Riska juga tidak digali dan ditampilkan hingga maksimal. Kesannya jadi damsel in distress juga ini *sebal*. Perasaan seseorang itu sebenarnya malah lebih mengerikan kalau dieksploitasi. Harusnya kemampuan ini juga sama bergunanya dalam memecahkan misteri yang ada, bukan sekedar tempelan saja.

Lalu tentang plot hole... sedikit susah menjelaskannya tanpa jadi spoiler ya. Sedikit saja kalo begitu, ini misalnya. Dani dan Indra hampir diculik menggunakan mobil station wagon warna hijau muda (setting cerita ini di Surabaya). Kemudian mereka melihatnya lagi di halaman stasiun kereta api ketika akan berangkat ke Solo. Setelah itu mereka naik kereta, lalu kereta berangkat. Sesampainya di Solo, keluar stasiun, ehhh, langsung ketemu lagi sama si mobil station wagon hijau muda ini.... wuiissss.... si sopir mobil itu ngebut tenan.... secepat kereta lo... (eh ya kalee aja mereka bertiga naik kereta api ekonomi yang tiap stasiun berenti, jadi laaaaamaaa banget baru nyampe Solo!!!). Atau yang ini, saat Pak Yunus ditemukan di rumah kosong dan mereka berencana mengejar penculik Indra. Pak Yunus tidak punya uang tapi punya kartu kredit dan dia akan menggunakannya untuk menyewa mobil. *krik...krik...krik...* Oh, ayolah... ada sesuatu yang sangat salah di adegan ini. Menyewa mobil itu selain butuh pembayaran, juga butuh menunjukkan SIM untuk pengendara dan di tempat persewaan mobil pasti diminta menunjukkan KTP untuk identitas diri.... apalagi pembayaran menggunakan kartu kredit. (lha wong maksudnya uangnya diambil penculik tapi semua kartu-kartunya teteup dikembalikan baik-baik.... meskipun di antara kartu-kartu itu juga gak ada kartu atm.... ).

Untuk karakterisasi dua muka Pak Yunus, juga harusnya dibuat secara lebih halus. Adegan Indra menanyai pelayan restauran tentang piano yang dimainkan beliau itu, tampak amat sangat terlalu mencolok mata.

Oh iya, satu lagi. Pak Yunus beranggapan bahwa mind reader itu pedang sedangkan empath itu sarungnya. Tapi sepanjang cerita, ia hanya memusatkan perhatiannya pada Indra saja. Indra yang diculik, Indra yang dipaksa memilih, Indra, Indra, Indra. Kalau Riska itu titik Achilles Indra, bukankah lebih mudah mempengaruhi Indra lewat Riska? Harusnya Riska diberi perhatian yang sama seperti Indra. Sekali lagi tampaknya karakter Riska di sini sangat kurang tergali.


Dua setengah bintang akan kuberikan untuk novel ini, tapi kemudian kubulatkan menjadi 3 bintang karena aku sukaaaa adegan prolog dan epilognya!


Touché: Alchemist

Hiro Morrison, anak genius keturunan Jepang-Amerika, tak sengaja berkenalan dengan Detektif Samuel Hudson dari Kepolisian New York dan putrinya, Karen, saat terjadi suatu kasus pembunuhan. Hiro yang memiliki kemampuan membaca identitas kimia dari benda apa pun yang disentuhnya akhirnya dikontrak untuk menjadi konsultan bagi Kepolisian New York.
Suatu ketika pengeboman berantai terjadi dan kemampuan Hiro dibutuhkan lebih dari sebelumnya. Pada saat yang sama, muncul seseorang yang tampaknya mengetahui kemampuannya. Kasus pengeboman dan perkenalannya dengan orang itu mengubah semuanya, hingga kehidupan Hiro menjadi tidak sama lagi.

Kukira ini akan melanjutkan kisah Indra, Dani dan Riska, eh ternyata bukan ke arah situ maksud sekuelnya ini. Tapi baguslah, berarti ada banyak sekali potensi kisah yang bisa diangkat dalam serial ini

Alur ceritanya amat sangat ringan, bisa dibilang kalau Hiro, si jenius touché dalam cerita ini pernah mengalami kesukaran, kuliah lancar, punya 'babysitter' cakep, bisa ikut seru-seruan sama polisi, dan meskipun perkataannya sering tak sopan tetap aja dia diterima dengan baik di mana-mana, ya kan dia jenius... gaya analisis kasusnya dibuat seperti Holmes (walau rada setengah matang), ditambah kemampuan analisis materi touché Hiro yang super huebat (bisa mengurai strain DNA lho, bahkan bisa melihat kesamaan gen hingga menentukan hubungan genealogi kakak beradik dalam hitungan menit!) sehingga kasus-kasus pelik polisi bisa dengan sangat cepat diselesaikan. Oh iya, apa aku sudah bilang kalau Hiro itu jenius? ^^

Sayangnya kasus utama kisah ini sedikit yah... begitulah. Aku sedikit kecewa ketika Hiro yang notabene setengah Jepang tidak bisa segera melihat hubungan antara 'matahari' dengan 'negeri Jepang'. Bahkan jika semua petunjuk yang lain samar, yang itu kan jelas sekali. Apalagi itu si penjahat kucluk malah dengan sangat oon-nya memberi petunjuk tentang 'mozaik bergambar matahari'. Katanya jenius, lha udah diomongin kayak gitu kok ya ndak ngeh. Aku aja yang sama sekali gak jenius, langsung megang oh itu to penjahatnya.

Etapi ada penawarnya deng, aku suka sekali waktu Hiro langsung berpikir untuk mencari Karen saat si penjahat bilang hal itu belum berakhir bla bla bla bla... Acungin 2 jempol otak jenius buat Hiro!! Yaayy... (sekali lagi nulis jenius, kutendang kau ke manhattan, cyn!) #eh #lalumlipir

Overall, antara Indra dan Hiro, meski ceritanya lebih seru yang ini, secara penggambaran karakter tokoh utamanya, aku tetep #teamindra
#apaansih
#berasaabegeh

(kayaknya lebih seru lagi, kalo grup Indra ketemu Hiro terus ngelawan penjahat super... terus penjahat supernya ternyata seorang touché juga... Aaaa....... lalu berharap Touché #3 - 10)

Oiya, anu... titip pesen buat mbak Karen, udah jaman segini gitu lo, koran aja udah pindah online, lah kok itu hasil wawancara Hiro mau disimpen dulu, mau dikumpulin buat jadi buku. Keburu mati kena bom. Iya kalo nanti ada yang minat mau nerbitin. Kenapa ga bikin blog ajaa mbaaak, semacam crime reports websites yang lagi ngetren itu lo. Dr. Watson aja udah nulis blog kok.
#eaaa #tersherlocked #season4kapan



* * *


Touché. Awalnya kupikir ini judul yang rada aneh untuk seri novel-novel yang berisikan orang-orang berkemampuan khusus, karena setahuku ini adalah seruan yang sering diungkapkan saat membenarkan argumen lawan bicara (selain istilah dalam olah raga anggar, tentunya). Tapi setelah mem-wiki dan mem-mer-web kata ini lebih lanjut, aku baru tahu kalau ternyata touché adalah derivatif kata kuno Perancis tuchier yang berarti menyentuh - to touch. Oowwhh.... ternyata begitu. Jadi judul seri ini mengacu pada kemampuan khusus tokoh-tokohnya yang dapat diaktifkan dengan menyentuh orang lain. Pas banged kalo gitu. Seep!


Untuk cetakannya, keduanya bagus dan minus typo kecuali satu di buku #2 *dapet typo di hal pertama paragraf pertama baris ketiga itu syesyuatu banged*. Aku suka kertas kovernya yang dari bahan bertekstur (lagi ngetren nih kayaknya, sampul seperti ini) yang membuatnya enak dipegang. Ilustrasi kovernya sendiri unyu, bergaya seperti manga atau lite novel dari Jepang. Sayangnya, tulisan judul seri Touché tidak diseragamkan gaya dan fontnya, sehingga membuat trademark dan makin menegaskan bahwa keduanya dari seri yang sama. Tapi tampaknya gaya gambar punggung orang sudah cukup untuk jadi trademarknya ya. Okelah kalau begitu....

*lalu duduk manis menunggu seri berikutnya*
*semoga tokoh utamanya cewek* *save the cheerleader, save the world* #eh
*dan semoga ka Dina tetep baik hati mau meminjaminku seperti kedua buku ini. Tengkyuuu ka Dina....*  :)




6 komentar:

  1. Wah, fantasi dalam negeri! Pengeeen :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak, teenlit fantasi. lumayan bagus kok, yuuuks dibaca :)

      Hapus
  2. caranya mau baca novel online touche itu gimanaa ya??

    BalasHapus
  3. saya baru membaca yang touche, dan agaknya saya jadi tertarik membaca seri keduanya.
    membaca novel teenlit fantasy yang bersetting di indonesia cukup aneh bagi saya, mungkin karena tak terbiasa hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya marlina, saya juga tertarik awalnya karena ketidakbiasaannya itu. jadi kepo dan baca dua novel ini. seru juga kan, gak kalah sama teenlit fantasi dari luar :))

      Hapus
  4. Yang pengin baca2 novel online gratis, mampir ke sini yuk! ;)

    http://nayacorath.wordpress.com

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

My Recent Pages

Recent Posts Widget