Jumat, 11 Juli 2014

Katarsis


Judul: Katarsis
Pengarang: Anastasia Aemilia
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2013)
ISBN: 978-979-22-9466-8
Jumlah Halaman: 264 halaman
Penerbitan Perdana: 2013




Tara Johandi, gadis berusia delapan belas tahun, menjadi satu-satunya saksi dalam perampokan tragis di rumah pamannya di Bandung. Ketika ditemukan dia disekap di dalam kotak perkakas kayu dalam kondisi syok berat. Polisi menduga pelakunya sepasang perampok yang sudah lama menjadi buronan. Tapi selama penyelidikan, satu demi satu petunjuk mulai menunjukkan keganjilan.
Sebagai psikiater, Alfons berusaha membantu Tara lepas dari traumanya. Meski dia tahu itu tidak mudah. Ada sesuatu dalam masa lalu Tara yang disembunyikan gadis itu dengan sangat rapat. Namun, sebelum hal itu terpecahkan, muncul Ello, pria teman masa kecil Tara yang mengusik usaha Alfons.
Dan bersamaan dengan kemunculan Ello, polisi dihadapkan dengan kasus pembunuhan berantai yang melibatkan kotak perkakas kayu seperti yang dipakai untuk menyekap Tara. Apakah Tara sesungguhnya hanya korban atau dia menyembunyikan jejak masa lalu yang kelam?

Kisah ini dibuka dengan sangat bagus. Narasi seseorang yang dikurung dalam sebuah peti kecil tempat peralatan, setengah sadar, hampir kehabisan oksigen, sudah pasrah menanti maut menjemput sekaligus belum rela meninggalkan kehidupan mudanya. Padat, mengagetkan dan sungguh menggedor rasa penasaran. Dahsyat....



Narasi tersebut ternyata milik Tara. Tokoh yang satu ini, di balik kebeliaannya, ternyata sudah menyimpan simpangan-simpangan psikologis yang tidak ringan. Karena alasan yang entah apa, aku tidak begitu jelas sampai akhir buku, ia amat sangat benci pada namanya sendiri. Ia juga membenci ibu dan ayahnya, bahkan menolak memanggil mereka dengan panggilan ayah dan ibu. Lalu setelah tak sengaja bersinggungan dengan peristiwa-peristiwa berdarah, Tara juga memendam obsesi pada cairan merah yang mengalir keluar dari tubuh manusia ini. Singkat kata, sedikit mengerikan psikopat muda kita yang satu ini. *jyaaah.... emang ada psikopat yang nggak mengerikan?*

Kasus kejiwaan Tara ini kemudian menarik perhatian psikolog bernama Alfons. Perlahan-lahan Alfons mulai mengupas lapisan-lapisan traumatis Tara, dan bersama itu pula sedikit demi sedikit mengungkap peristiwa perampokan yang terjadi di rumah paman Tara saat itu. Cerita pengungkapan ini lumayan menegangkan. Campuran antara kisah misteri crime-fiction, di mana bukti-bukti yang didapat polisi semula tak jelas juntrungannya pelan-pelan jadi masuk akal, dengan keadaan psikologi orang "edan", "haus darah" bin "sadis". Dari sesi-sesi obrolannya dengan Alfons, terungkap pula hubungan Tara saat masih bocah dengan seorang bocah laki-laki lain yang sama "gila"nya. Whaaduuh... satu psikopat saja sudah ngeri, lha kok ini ada dua... dan ehmm... kalo boleh spoiler, tiga deeeng...... Tiga psikopat dalam satu cerita!!

Tara yang sudah mulai sembuh kemudian hidup tenang di bawah pengawasan Alfons. Tapi keadaan jadi runyam lagi saat perlahan-lahan teror berdarah-darah kembali menghampiri kehidupan Tara. Puncaknya ketika Alfons diculik, dan....... aaAAaaA..... *haish... mbuh lahh...*

Endingnya punya kelokan alur yang lumayan epic. Sayang kejutan jadi sedikit lembek gara-gara adanya epilog yang (kurasa) nggak perlu. Kalau saja diakhiri waktu si polisi forensik/psikiater memperlihatkan foto-foto TKP kepada Heru dan bilang game over!, pastinya jadi lebih meledak (dan semakin banyak pembaca yang tereaaaak, wakaka.....)  XD 


Aku lumayan suka baca buku ini. Tidak sering tema sesadis dan "segila" ini muncul dari penulis asli dalam negeri. Suka alur cerita dan kelokan-kelokannya, suka gaya penceritaannya, suka endingnya. Meskipun begitu, kurasa ada beberapa lubang yang harusnya tergarap lebih dalam, satu yang paling khusus, adalah pertanyaan mengapa Tara tidak suka namanya sendiri? Sampai akhir, bahkan Alfons mampu tidak menjawab pertanyaan ini. Lalu tentang karakterisasinya, suka Tara dan Ello, tapi aku kok sedikit kecewa ya, kenapa si Alfons itu ternyata sampai akhir, tetep jadi tokoh "baik" dan bisa dibilang "sempurna" (dibanding Tara atau Ello tadi). Diam-diam aku berharap kalau Alfons ini ternyata punya "kekelaman" sendiri. Pernah bunuh pasien kek, suka bau darah kek, masokist kek. Apa aja. *eaa.... kok jd aku yang berimajinasi sadis sih...* Pokoknya asal gak terkesan amat sangat normal seperti itu. Itu saja.


Untuk edisi yang kubaca ini, cetakannya bagus dan minus typo. Covernya itu, minimalis, tapi berkesan ngeri sekali. Hyiii... waktu sedang baca, melihat ilustrasi cover ini aku sempat berkali-kali bergidik, jadi membayangkan yang serem-serem.

Setelah lama tertimbun, akhirnya kubaca juga novel yang satu ini. ^_^





5 komentar:

  1. Padahal udah mau move-on dari wishlist yang kayaknya gak bakal kesampean ini. Eh diingetin lagi, tuh kan galau *apasih*. Review-nya bikin makin penasaran aaaaak!

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihi.... punyaku juga lama tertimbun kok, lalu tiba-tiba diingatin seseorang *lirik mastez* terus jadi teringat terus dibaca d... jadi seneng karena ternyata bisa ngingetin orang juga... wakakaka :D

      Hapus
  2. sebentar... penerbitan perdananya 1913?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Eeeaaa.... 2013..... meleng bener nulisnya yaaaak.....
      *mungkin pake mesin waktu iniiiii* *edit duluuuu* ~.~

      Hapus
    2. Udah bener. Thx Biondy :)

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

My Recent Pages

Recent Posts Widget