Sabtu, 06 Februari 2016

Brave New World


Judul: Brave New World
Judul Asli: Brave New World
Pengarang: Aldous Huxley
Penerjemah: Nin Bakdi Soemanto
Penerbit: Bentang Pustaka (2015)
ISBN: 9786022910879)
Jumlah Halaman: 284 halaman
Penerbitan Perdana: 1932



Lihat sinopsis
Di tahun 632 AF (After Ford), Kontrolir Dunia telah menciptakan masyarakat yang ideal. Manusia telah dikembangkan secara sempurna di laboratorium-laboratorium seluruh dunia. Didesain dan dididik sesuai kastanya, sehingga dapat diatur dengan lebih mudah.

Tapi, Bernard Marx adalah sebuah anomali. Ia tidak seperti manusia modern kebanyakan, yang puas dengan posisi mereka masing-masing, dan mengonsumsi obat-obatan agar tetap bahagia. Ia tidak bahagia dan mendambakan kebebasan. Keinginannya untuk mendapat kebebasan membawanya ke sebuah Reservasi Liar, di mana peradaban kuno dan tak sempurna masih ada. Dan, di sanalah ia bertemu dengan seseorang yang bisa menjadi kunci yang dapat mengguncang stabilitas dunianya yang sempurna.

Brave New World merupakan karya Aldous Huxley yang mengguncang dan menggugah pikiran. Dengan kecerdasan dan kecerkasannya, Huxley menyindir sebuah dunia utopis yang dibangun oleh para ilmuwan, dan menyajikan visi menakjubkan tentang dunia masa depan yang benar-benar berbeda. Sebuah karya fiksi spekulatif yang memesona sekaligus menghantui pembacanya, begitu relevan dan mungkin terjadi di masa depan.


Revolusi industri yang dicanangkan Henry Ford dua abad lalu memang mengubah jalannya sejarah manusia dalam segala bidang. Assembly line atau sistem ban berjalan membuat produksi barang yang awalnya sangat terbatas, unik dan butuh seorang master untuk membuatnya, mulai saat itu menjadi general, dan hanya dibatasi oleh "kemampuan memproduksi" itu sendiri. Bayangkan bila sistem ban berjalan ini juga diterapkan pada sistem reproduksi manusia. Cloning menjadi satu ide yang kerdil dibandingkan pabrik manusia identik dalam jumlah beratus-ratus, terprogam dan terkastakan. Rekayasa genetika, eugenetics dalam kemampuan terbaiknya. Bayangkan bila di masa depan yang tak jauh dari sekarang, takdir seorang manusia didiktekan oleh metode hypnopedia dan kebahagiaannya oleh obat penenang bernama Soma. Itulah sebuah dunia baru yang berani. A Brave New World.

"Setiap orang menjadi milik setiap orang lain"
Dunia baru yang diciptakan Huxley ini menggambarkan sebuah dunia totaliter, dengan sebuah sistem sosialisme ekstrim di mana tidak ada kepemilikan pribadi, meskipun semua orang bisa memiliki apa saja yang mereka mungkin inginkan. Tidak ada keluarga, tidak ada orang tua, tidak ada pasangan. Monogamis adalah ide yang cabul karena semua orang adalah milik semua orang lain. Tentu saja ini semua dapat dicapai dengan kontrol ketat pemerintah terhadap jumlah kelahiran produksi manusia di pabrik-pabrik mereka, disertai perlakuan sesuai pengkastaannya (dari yang paling top, kelas Alpha, hingga kelas Epsilon yang hanya sedikit lebih baik dari robot mekanis yang moron) sejak sel telur dibuahi sperma di cawan petri.

"Aku senang aku seorang Beta.
Aku tidak mau main dengan anak Delta"
Belum cukup dengan pengkastaan seperti itu, semenjak lahir - atau apapun istilahnya karena jelas produk manusia-manusia ini tidak dilahirkan - setiap grup kasta dibesarkan dengan metode cuci otak terstruktur saat terjaga dan hipnotisme saat tertidur. Sepanjang masa hidup mereka. 

"1 sentimeter kubik soma menyembuhkan 1 sentimen murung"
Lalu bagaimana dengan rasa sedih, takut, senang, marah dan semua hal yang melengkapi naluri dasar seorang manusia? Coret itu semua berkat pil ajaib bernama Soma. Pil pengatur mood yang wajib dimiliki dan dikonsumsi untuk memberimu sensasi kebahagiaan. Mengisi kekosongan batin dengan reaksi kimia buatan.


Jika sosialisme merupakan hal yang menjadikan kritik dasar dalam novel ini, maka kapitalisme juga terpapar mengerikan. Brave New World juga menggambarkan sebuah dunia dimana konsumerisme merupakan dewa, pengganti konsep Tuhan yang paling mirip. Tanpa adanya agama, kepercayaan atau apapun yang bisa "menjadi candu" masyarakat, maka satu-satunya yang terdewakan adalah kepemilikan berbagai barang, meski pun sebenarnya barang-barang tersebut juga telah melewati kontrol ketat pemerintah, apa yang bisa menjadi keinginan dan apa yang tidak. Ini sebenarnya suatu konsep yang ambigu sekali. Di satu sisi, keinginan pribadi ditekan, bahkan kegiatan solitari seperti membaca buku dan melakukan hal-hal seni sama sekali dilarang. Proses pembelajaran, baik teknologi maupun filsafat, mutlak harus berasal dari pemerintah dan tidak ada satu hal pun yang merupakan kegiatan pengungkapan jati diri seseorang. Tapi di sisi lain, masyarakat didorong untuk berpesta suka-suka dan mengkonsumsi semua jenis produk yang disediakan, secara bersama-sama tentu saja.




Sekilas dari itu semua, kita mendapatkan suatu dunia yang aman tentram damai dan stabil. Kehidupan komunal tanpa gesekan sosial karena semua hal yang menyebabkan rasa cemburu dan dengki telah dihapuskan. Dengan tidak adanya hasrat dan ambisi, tak kan ada pula rasa persaingan yang membuat heboh. Tanpa kebutuhan dan ketakutan pada hal apapun, bahkan kematian, apalagi yang dapat menggerakkan manusia tanpa kendali?
Hebat.
Mengagumkan.

Apa iya?

Dalam beberapa bagian buku ini, aku cukup terpesona pada ide gilanya. Bukankah dunia damai seperti itu yang kita semua inginkan? Menyenangkan tanpa harus ada persaingan dan kecemburuan.

Tapi kemudian sebuah tokoh liar, dimunculkan dalam cerita ini untuk mulai mengobok-obok status semu itu.Tokoh ini membuatku teringat kembali pada keunikan masing-masing pribadi yang menjadikannya manusia. Pada kejeniusan Einstein yang mempercayai pada hal-hal yang bahkan belum dapat dibuktikannya. Pada komposisi indah Vivaldi, soneta Shakespeare dan kegilaan Van Gogh yang tertuang cantik dalam lukisan-lukisannya. Semua pencapaian manusia, dari yang paling konyol seperti kamera selfie sampai pesawat tanpa awak Curious yang sedang menjelajah Mars. Atau hal yang paling remeh seperti keluarga dan saying I Love You kepada seseorang yang paling kusayangi. Semua hal yang tak mungkin ada jika dunia ini serba teratur dan stabil ala Aldous Huxley.


Membaca novel distopian ini -atau malah utopian, jika kita bisa mengabaikan hal-hal kecil, seperti naluri dasar untuk memiliki rasa mencintai -  membuat orang (aku) tergelitik untuk memikirkan kembali prioritas-prioritas dan pilihan-pilihan dalam kehidupanku. Pantas saja buku ini dikatakan sebagai masterpiece of dystopian novel, apalagi melihat bahwa ini pertama kali diterbitkan tahun 1932, di mana ide-ide seperti sosialisme, marxist, kapitalisme, dan kebebasan pribadi sedang gencar-gencarnya mencari tempat dalam pikiran masyarakat.


Brave New World. Dunia yang mengagumkan sekaligus mengerikan. Sebuah dunia utopis yang stabil dan serba teratur, namun di saat yang sama kehilangan nilai-nilai kemanusiaannya.
tanpa seni, tanpa sains, tanpa agama.
tanpa kehendak bebas.
tanpa cinta.




Reading Challenge:





https://www.goodreads.com/review/show/1333651306

2 komentar:

  1. Brave New World ini memang ngeri-ngeri sedap XD

    BalasHapus
    Balasan
    1. lebih ngeri karena konsep awalnya terasa masuk akal buat aku ^.^

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

My Recent Pages

Recent Posts Widget