Jumat, 20 Mei 2016

Taiko


Judul: Taiko
Judul Asli: 新書太閣記 (Shinsho Taiko ki) -
Taiko: An Epic Novel of War and Glory in Feudal Japan
Pengarang: 吉川 英治 - Eiji Yoshikawa
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2003)
ISBN: 978-979-22-0492-6
Jumlah Halaman: 1142 halaman (Hardcover Ed.)
Penerbitan Perdana: 1967



Lihat sinopsis
Dalam pergolakan menjelang dekade abad keenam belas, Kekaisaran Jepang menggeliat dalam kekacau-balauan ketika keshogunan tercerai-berai dan panglima-panglima perang musuh berusaha merebut kemenangan. Benteng-benteng dirusak, desa-desa dijarah, ladang-ladang dibakar.

Di tengah-tengah penghancuran ini, muncul tiga orang yang bercita-cita mempersatukan bangsa. Nobunaga yang ekstrem, penuh karisma, namun brutal; leyasu yang tenang, berhati-hati, bijaksana, berani di medan perang, dan dewasa. Namun kunci dari tiga serangkai ini adalah Hideyoshi, si kurus berwajah monyet yang secara tak terduga menjadi juru selamat bagi negeri porak-poranda ini. Ia Lahir sebagai anak petani, menghadapi dunia tanpa bekal apa pun, namun kecerdasannya berhasil mengubah pelayan-pelayan yang ragu-ragu menjadi setia, saingan menjadi teman, dan musuh menjadi sekutu. Pengertiannya yang mendalam terhadap sifat dasar manusia telah membuka kunci pintu-pintu gerbang benteng, membuka pikiran orang-orang, dan memikat hati para wanita. Dari seorang pembawa sandal, ia akhirnya, menjadi Taiko, penguasa mutlak Kekaisaran Jepang.

Taiko merupakan karya besar Eiji Yoshikawa, penulis bestseller internasional, yang berisi pawai sejarah dan kekerasan, pengkhianatan dan pengorbanan diri, kelembutan dan kekejaman. Sebuah epik yang menggambarkan kebangkitan feodal Jepang secara nyata.


Masa Sengoku  (戦国時代 - Sengoku Jidai) adalah masa-masa sekitar tahun 1400an sampai 1600an di Jepang di mana kehidupan sosial masyarakatnya terombang-ambing dengan banyaknya intrik-intrik politik dan keadaan yang hampir selalu perang antar para penguasa. Selama masa ini, meskipun ada Kaisar yang memerintah dan semua Daimyo (Penguasa Daerah) bersumpah setia padanya, namun kenyataannya, ia tidak memiliki kekuasaan apapun. Para Daimyo memerintah daerahnya masing-masing secara mutlak dan saling rebut, saling caplok, saling bunuh, demi tanah dan kewibawaan terjadi tanpa dapat dihalangi.

Di masa inilah seorang Hiyoshi dilahirkan, di Propinsi Owari yang dikuasai Klan Oda. Ayahnya adalah seorang samurai desa yang meninggal sewaktu ia masih kecil. Meskipun samurai yang menyandang nama keluarga Kinoshita, Hiyoshi kecil tetap tidak berhak menyandang nama itu. Tidak sampai ia berhasil mengharumkan namanya sendiri, hingga berkali-kali dianugerahi nama oleh junjungannya, dan di akhir hidupnya dikenal sebagai Toyotomi Hideyoshi, Sang Taiko.


Bagaimana jika seekor burung tak mau berkicau?

Nobunaga menjawab "Bunuh saja!"
Hideyoshi menjawab "Buat burung itu ingin berkicau"
Ieyasu menjawab "Tunggu"

Semuanya diawali oleh cita-cita penyatuan oleh Oda Nobunaga, dibesarkan dan ditenangkan oleh Sang Taiko Toyotomi Hideyoshi dan dilanjutkan dan dimapankan oleh Tokugawa Ieyashu. Tiga orang penentu nasib negeri, dan dari ketiganya, Sang Taiko-lah yang paling dikenal akan kecerdikannya.

Kisah epic ini mengikuti tindak-tanduk Hideyoshi, mulai masa kecilnya yang tak beruntung, hingga pengabdiannya pada sang junjungan, Oda Nobunaga hingga ia menjadi Taiko. Meskipun masa kekuasaannya tak terlampau panjang, namun di bawah panji Labu Emas miliknya, Jepang sekali lagi memasuki Era Keemasan.


Muromachi Samurai - Source Here


Si Monyet Hiyoshi - Si Penjual Jarum yang cerdik
Dilahirkan dalam masa-masa sulit dan ditinggalkan sang ayah semenjak kecil membuat Hiyoshi yang berwajah mirip monyet ini berkali-kali mengalami kesulitan. Namun pendirian teguh dan kecerdikannya pula membawa ia berkali-kali selamat dan bahkan mampu mengenal dan mengambil hati banyak orang, yang kelak di kemudian hari berguna untuk memenuhi tugas-tugas yang bakal diembannya. Berbagai pekerjaan sempat dilakoninya, sempat pula bekerja sebagai penjual jarum miskin, malah direkrut sebagai pelayan dan mata-mata. Muak dengan kebodohan, lagak dan moral penuh kepura-puraan yang dirasanya sangat tak terhormat, ia kembali ke tanah asalnya di Owari dan mencari junjungan baru yang dirasanya paling cocok.


Kinoshita Tokichiro - Samurai Pembawa Sandal Penguasa Pandir
Di masa ini pula seorang Daimyo muda sedang berkuasa di Owari, propinsi di wilayah tengah yang tak berarti. Oda Nobunaga, yang memiliki cita-cita besar namun terpaksa berlagak pandir di depan musuh-musuhnya. Padanya lah Hiyoshi menjatuhkan kesetiaannya. mulai dari pelayan hingga menjadi seorang samurai pembawa sandal yang berjalan di belakang kuda beban. Namun mata Nobunaga tak buta untuk melihat kelihaian si pelayan kecil ini. Dari persoalan penghematan kayu bakar sampai penipuan pemotongan kayu di hutan, Nobunaga mulai melemparkan tanggung jawab-tanggung jawab domestik rumah tangganya kepada si pelayang yang diberinya nama Kinoshita Tokichiro. Semuanya bisa teratasi dengan sangat baik, sampai-sampai Nobunaga memberinya sepasukan infanteri untuk dipimpinnya saat ia memutuskan bertempur pertama kalinya.


Kinoshita Hideyoshi - Penguasa Benteng Sunomata
Hideyoshi sedang mendaki
Gn Inaba. Source here.
Berkali-kali berhasil dalam misinya, Nobunaga kemudian menugaskan ia membangun benteng di perbatasan Mino - Owari. Hideyoshi kemudian juga berulang kali membuat jasa dalam peperangan melawan Klan Saito yang menguasai Mino, dan yang paling penting adalah bagaimana ia bisa dibilang seorang diri menjatuhkan Klan Saito dalam strategi perang Gunung Inaba. Prestasi ini sangat menyenangkan hati Nobunaga yang sudah lama ingin membalaskan dendam istrinya dan menyatukan wilayah Owari dan Mino.

Di Gunung Inaba ini pula benteng pertama dan pusat pemerintahan Nobunaga yang pertama dibangun dan diberi nama Benteng Gifu.

Dari benteng ini pula, Nobunaga (yang secara "kebetulan" mendapatkan mandat dari Shogun Yoshiaki) memulai kampanye penaklukan propinsi-propinsi lain di wilayah tengah, hingga akhirnya mampu menaklukkan Kyoto.


Hashiba Hideyoshi - Sang Penakluk Benteng Odani
Jika sebelumnya Hideyoshi adalah seorang jendral perang, maka setelah jasanya menaklukkan Benteng Odani, ia dianugrahi wilayah Omi, sehingga ia menjadi penguasa Propinsi. Sebuah prestasi yang menanjak sangat cepat dalam waktu singkat.

Hubungan Hideyoshi dengan Nobunaga sendiri mengalami pasang surut, Ada kala ia sempat mutung dan mengurung diri di bentengnya, bahkan ada kala Nobunaga mendapat usulan agar  memerintahkan Hideyoshi melakukan seppuku. Namun kesetiaan Hideyoshi dan kepercayaan Nobunaga bergeming. Keduanya, tampaknya sangat mengenal watak satu sama lain dengan sangat baik sehingga tak jarang mengundang kecemburuan berbagai pihak. Namun dengan penyatuan kehendak keduanya, serta dukungan Tokugawa Ieyashu dari timur, cita-cita Nobunaga berjalan lancar.

Nobunaga yang telah memindahkan pusat kekuasaannya ke Benteng Azuchi dekat Kyoto lalu memusatkan perhatian untuk penaklukkan wilayah barat. Hideyoshi pun kemudian mendapatkan mandat untuk menyerang dan menaklukkan wilayah-wilayah Barat yang dikuasai Klan Mori,


Kejatuhan Oda Nobunaga 
Hidup manusia
Hanya limapuluh tahun di bawah langit
Jelas bahwa dunia ini
Tak lebih dari mimpi yang sia-sia
Hidup hanya sekali
Adakah yang tidak akan hancur
Nasib manusia memang tak dapat diramalkan jatuh bangunnya. Kekuasaan Nobunaga yang kian menguat, tak ada satu pun musuh yang dapat menjatuhkannya. Tak satu pun. Musuh.

Ironisnya, Oda Nobunaga tewas karena bawahannya sendiri yang termakan kemarahan terpendam dan kesombongan sesaat. Tragedi Kuil Honno. Satu pagi yang membelokkan nasib negeri.


Toyotomi Hideyoshi - Sang Taiko
Hideyoshi yang sedang sibuk berperang di wilayah perbatasan Mori, mendapatkan kabar kematian Nobunaga dua hari setelah peristiwa berdarah itu. Satu hari kemudian ia merampungkan perdamaian dengan Klan Mori. Dalam tiga hari ia sudah mengumpulkan pasukannya sendiri dan menyatukan pasukan-pasukan Nobunaga yang terpecah belah. Sebelas hari setelah kematian Nobunaga, kepala sang pemberontak telah ditancapkan di tombak, mengikuti kemenangan dalam Pertempuran Yamazaki.

Hideyoshi kemudian mendukung Samboshi yang masih bocah, putra Nobutada (yang harusnya menjadi pewaris Nobunaga, namun ikut tewas di Kuil Honno), untuk menjadi pewaris sah Klan Oda. Meskipun ditentang Nobuo dan Nobutaka, kedua putra Nobunaga yang lain, namun keputusan ini dinilai sahih, walau tentu saja sangat menguntungkan Hideyoshi sebagai wali bocah ini.

Ganjalan lain datang dari Shibata Katsuie sebagai pendukung Nobunaga paling senior, serta Tokugawa Ieyashu, sekutu Oda di wilayah timur. Namun dengan kematangan strateginya, Hideyoshi mampu menyingkirkan Katsuie dalam perang yang menentukan, dan mendorong Ieyashu ke belakang layar dengan memanfaatkan kenaifan Nobuo.

Hideyoshi lalu dianugrahi gelar Kampaku (Wakil Kekaisaran), yang mengukuhkan otoritas mutlaknya dan memakai nama Toyotomi. Saat putra angkatnya, Hidegutsu kemudian melanjutkan gelar ini, Hideyoshi pun dikenal sebagai TAIKO.


* * *

Membaca kisah dalam buku bantal ganjel pintu ini, sungguh melelahkan sekaligus memuaskan. Perjalanan hidup Hideyoshi semenjak bocah hingga memegang kekuasaan tunggal terasa panjang dan berliku (dan tebaaaaal..... setebal 1142 halaman). ^^

Walau sama-sama dramatisasi biografi dari seorang tokoh dalam sejarah, berbeda dengan Musashi (baca reviewku di sini) yang lebih menekankan pada pengendalian diri dan bagaimana seseorang belajar tentang kehormatan seorang Samurai, novel Taiko ini lebih merupakan suka duka orang-orang yang bercita-cita besar dan mengubah nasib Jepang. Mirip kisah Uesugi Kenshin (reviewku di sini) namun dalam skala yang jauh lebih besar. Selain Oda Nobunaga dan tentunya Hideyoshi, berbagai tokoh sejarah ikut mewarnai novel ini dengan cita-cita, kelebihan dan kekurangan mereka. Nasib baik dan nasib buruk yang menyertai mereka. Serta interaksi, kecerdikan dan kesalahan langkah yang membawa masing-masing dari mereka sebagai pion-pion jalannya kehidupan di masa penuh huru-hara itu.

Yoshikawa-sensei benar-benar mampu menyuguhkan sajian menegangkan sekaligus indah, menggambarkan sejarah dalam kisah yang sangat enak diikuti. Selain alur sejarah, aku juga sangat menikmati suguhan cara berpikir para samurai ini, tentang kehormatan yang harus dijunjung dan kesetiaan yang diberikan untuk pengabdian tanpa batasan.
Seorang samurai tidak bekerja sekedar untuk mengisi perut. Dia bukan budak makanan. Dia hidup untuk memenuhi panggilannya, untuk kewajiban dan pengabdian. Makanan hanyalah tambahan, sebuah berkah dari surga. Jangan menjadi laki-laki yang, karena terlalu sibuk mencari makan, menghabiskan hidupnya dalam kebimbangan. (Hal.58)


Kisah hidup Taiko memang layak diikuti. Namun selain itu, aku juga mendapatkan bonus berbagai kisah samurai dan pejuang, dan kisah kehormatan mereka.

Puasssss sekali setelah menyelesaian novel epic ini. Tidak sia-sia perjuangan selama 4 bulan membacanya. Apalagi terjemahannya cukup bagus dan tanpa typo sama sekali. Ada sih beberapa kesalahan, satu di daftar isi yang kurang mencantumkan satu bab di Buku Sepuluh, satu lagi dalam referensi waktu yang terbalik keterangannya antara tengah malam dan tengah hari. Tapi selain itu, seluruh isi buku 1142 halaman ini bebas typo. Seeep dah. Ilustrasi covernya aku suka, sama seperti cover asli edisi Kodansha. Lebih suka cover ini daripada cover edisi cetak ulangnya.


Setelah ini, masih ada Heike Story yang mengantri untuk dibaca.
#tetapsemangat ^^


On Wikipedia:
Sengoku Period
Toyotomi Hideyoshi
Eiji Yoshikawa


Tentang Eiji Yoshikawa


Eiji Yoshikawa (吉川 英治 - Yoshikawa Eiji, 11 Augustus 1892 – 7 September 1962) adalah nama pena dari Hidetsugu Yoshikawa (吉川英次). Ia kerap dianggap sebagai penulis novel sejarah (historic-fiction) terbaik di Jepang. Karya-karya terbaiknya sebagian adalah kisah klasik yang dituliskan ulang dalam gayanya sendiri, seperti The Tale of the Heike (The Heike Story), atau Romance of the Three Kingdoms, Outlaws of the Marsh (Shin Suikoden), dan Uesugi Kenshin. Kisahnya yang lain, yang paling terkenal, tentu saja Musashi dan Taiko.

Pada tahun 1960, ia dianugerahi Cultural Order of Merit yang merupakan penghargaan tertinggi Sastrawan Jepang dan penghargaan Order of the Sacred Treasure serta Mainichi Art Award di tahun 1962, sesaat sebelum kematiaannya akibat penyakit kanker.




https://www.goodreads.com/review/show/1576890505

2 komentar:

  1. huahahah, mantap ya Yoshikawa Sensei bikin ceritanya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, saking enaknya dibaca sampe berasa lebih hafal n fasih sejarah jepun jaman sengoku drpd sejarah majapahit ini *warganegaraendonesadurhaka* :))

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

My Recent Pages

Recent Posts Widget