Minggu, 05 Juni 2016

Day of the False King


Judul: Day of the False King - Hari Raja Palsu
Judul Asli: Day of the False King: A Novel of Murder in Ancient Babylon
Seri: Semerket #2
Pengarang: Brad Geagley
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama (2015)
ISBN: 978-602-03-1995-7
Jumlah Halaman: 392 halaman
Penerbitan Perdana: 2006



Lihat sinopsis
…diserang kaum Isin… pangeran Elam… Naia… dibunuh.

Sebuah pesan yang nyaris tak terbaca ditujukan kepada Semerket, samar-samar mengabarkan bahwa tempat mantan istrinya dan Rami bekerja di Babilonia sebagai budak diserang serombongan bandit. Itulah sebabnya Ramses IV, firaun yang kini berkuasa, hendak mengutus Semerket untuk membebaskan dan membawa mereka pulang ke Mesir.

Namun ternyata tugasnya bukan hanya itu. Demi mengamankan takhta dan masa depan Mesir, Sang Firaun menugaskan Semerket membawa pulang patung dewa Babilonia, Bel-Marduk. Diyakini jika Ramses IV menyentuh tangan emas serta memandang mata berhala tersebut, semua roh jahat dan penyakit sang firaun akan sirna.

Maka Semerket pun berangkat ke negeri yang penuh gejolak politik dan perebutan kekuasaan itu, tanpa menyadari ia kembali menceburkan diri ke tengah intrik yang mungkin harus dibayar dengan nyawanya sendiri...


Setelah berhiruk-pikuk di keramaian Kota Thebes kuno, sequel novel Year of Hyenas (review di sini) ini meneruskan petualangannya ke kota Babilonia kuno. Masih mengikuti tokoh utama yang sama, Semerket si pegawai Dinas Rahasia Mesir dalam sebuah misi penting dari Firaun sekaligus misi pribadi mencari Naia dan Rami untuk dibawa kembali ke Mesir. Novel Day of the False King meski tidak sepanjang dan seseru buku pertamanya, namun penyelidikan Semerket masih sangat enak diikuti, kisah misterinya masih meliuk dengan twist yang cukup menyegarkan, setting yang eksotis dan banyak karakter-karakter menarik yang terlibat, dengan kepentingan-kepentingan yang saling bertentangan.


Setengah tahun setelah terbongkarnya rencana penggulingan Firaun, Ramses III telah mangkat dan digantikan putra mahkotanya, Ramses IV. Namun diam-diam, kondisi Sang Firaun juga tidak baik, dan sakitnya dirahasiakan demi menjaga ketertiban Mesir. Di saat inilah seorang bangsawan Kanaan yang masih sepupu Ramses membawa pesan Rami yang isinya tidak begitu jelas. Pokoknya, Naia dan Rami yang sedang bertugas di sebuah rumah pertanian di Babilonia terjebak penyerangan gerombolan pemberontak dan tak jelas nasibnya.

Ramses lalu membolehkan Semerket mencari Naia dan Rami ke Babilonia, memberi mereka surat kemerdekaan yang memperbolehkan keduanya kembali sebagai orang bebas ke Mesir, sekaligus mengangkat Semerket sebagai Utusan Khusus Firaun untuk mendiskusikan peminjamanan patung berhala Bel-Marduk yang dipercaya mampu memberkati dan melindungi Raja-Raja yang menyentuhnya dari semua roh jahat dan penyakit.

Dua tugas ini membawa Semerket ke tengah-tengah pergolakan politik di Babilonia, dari Kota Is tempat berawalnya suku bangsa pribumi Isin hingga bangsa pendatang Elam yang sedang menguasai Babilonia. Juga perebutan tahta internal di Kerajaan Elam, dari Putra Mahkota Elam dan istrinya yang ambisius, hingga Putri Paniki dan suaminya yang diam-diam datang dengan tujuan rahasia dari sang Raja sendiri. Keadaan yang sudah ruwet ini bertambah keruh lagi dengan penemuan senjata-senjata khas Mesir di rumah perkebunan tempat Naia dan Putri Paniki menghilang.

Sekali lagi Semerket mesti menyusuri kebenaran peristiwa penyerangan dan penculikan ini di lorong-lorong kota Babilonia dan (saluran gorong-gorongnya), berkenalan dengan budak berpembawaan angkuh, berteman dengan dua orang mata-mata songgong tapi ternyata setia, mengakui kepiawaian dokter Mesir namun pemabuk ulung, sepasang suami-istri pendeta yang miskin dan renta tapi masih sangat memegang teguh keimanan mereka, serta seorang biduanita tersohor yang kenes dan merdu suaranya, meski menyimpan sejuta rahasia di balik gaunnya.


Kesan akhir, Semerket ini jeli melihat apa yang terjadi dan bagaimana sesuatu terjadi serta lihai menarik informasi rahasia-rahasia tindakan seseorang.... tapi yaampyuuun, bodoh sekali untuk menebak dalang utama dan pencetus konspirator huru-hara tingkat Istana. Di buku pertama begitu, di buku ini sami mawon. Setengah buku saja aku yakin para pembaca semua sudah mulai menunjuk siapa, eh buat Semerket musti si biang kerok ini muncul sendiri dan mau membunuhnya sampai nyaris mati, baru dia ngeh siapa yang menjadi otaknya. Doohh....

Tapi selain kekurangan itu, Semerket tetap masih mudah untuk disukai. Sifatnya yang terbuka dan cerdik mampu membuatnya memiliki teman di segala kalangan. Satu adegan di buku ini yang menjadi favoritku adalah saat ia mendatangi dan meminta maaf kepada seorang pengawal muda yang di hari sebelumnya bersikap sangat menjengkelkan hingga Semerket mematahkan tombaknya. Semerket memberikan tombak pengganti yang bermutu sangat bagus, sehingga si pengawal bukan saja tidak jadi sebal dan marah pada Semerket, tapi juga berterima kasih karena tidak jadi kehilangan sebulan gaji untuk mengganti tombaknya dan sangat sungkan kepadanya. Tindakan kecil ini yang nantinya berdampak signifikan pada keselamatan nyawa Semerket di penghujung cerita.

Tokoh lain yang amat sangat mencuri perhatianku, tentu saja adalah Nidaba, si penyanyi dan penghibur, sekaligus mata-mata ala Mata Hari. Twist tentang mata-mata itu sudah kuduga, tapi twist satunya... ahahaha.... sungguh mengejutkan dan membuatku ngakak. Kejutan yang sangat menyegarkan.

Untuk Naia dan Rami, Naia cukup memuaskan perannya sedang Rami agak terlalu sederhana, jika di akhir buku pertama ia digambarkan begitu menyimpan kemarahan kepada Semerket, kenapa tiba-tiba di sini ia jadi anjing keciil yang patuh dan sangat senang berjumpa dengannya? Di buku pertama aku juga pernah mengatakan bahwa Naia perlu diberikan satu peran kecil namun menentukan dalam alur cerita, agar tidak terasa sebagai tempelan belaka. Di seri ini, aku suka karena perannya lah yang membuka kedok seorang pengkhianat di istana Firaun.

Selain itu semua, aku merasa banyak hal-hal kecil yang terulang di buku kedua ini. Semacam Déjà Vu di berbagai kejadian dan karakter yang terlibat. Misalnya saja peran Kapten Shepak di sini sangat serupa dengan Medjai Qar di buku pertama. Lalu si pembunuh bertato ular yang perannya mirip sekali dengan pengemis tanpa hidung. Nasib pendeta Senmut dan Wia yang kerap membantu Semerket juga berakhir sama dengan Hunro. Atau Ratu Narunte yang gila kekuasaan itu gak terlalu berbeda dengan karakter Ratu Tiya (tampaknya Pak Pengarang punya ketidaksukaan tertentu pada para Ratu inih). Nah, nasib Ratu Tiya di sini dicerminkan oleh Duta Besar Menef yang sama-sama mendapatkan akhir yang ridiculous.

Endingnya sama bagusnya dengan cerita sebelumnya. Realistis dan memuaskan. Campuran antara life goes on dan terbukanya kemungkinan adanya seri berikutnya.


Bel-Marduk, Dewa Utama Kota Babilonia
Image Source: Wikipedia

Jika dari buku pertamanya banyak didapatkan pengetahuan tentang Mesir, khususnya kota Thebes kuno, maka dari buku ini ada banyak detail budaya dan adat tentang kota Babilonia di Mesopotamia, meskipun tidak semelimpah sebelumnya. Juga tentang selintas pandang perebutan kekuasaan antara banyak suku bangsa pendatang dan pribumi, mengingat lokasi Babilonia ini yang berada tepat di tengah-tengah arus perdagangan Asia tengah. Lumayanlah untuk mengingat kembali pelajaran sejarah dunia jaman doeloe waktu masih berstatus pelajar. ^^



Untuk edisi Bahasa Indonesianya, aku lebih suka terjemahan buku pertama dibandingkan seri kedua ini. Tata bahasa buku pertamanya lebih sederhana dan mudah dicerna. Juga aku tidak terlalu suka pemakaian panggilan My Lord, Highness, Your Majesty, Great Prince dll yang tidak diterjemahkan namun fontnya juga tidak di-italic-kan. Oh iya, karena penerjemah buku pertama dan keduanya berbeda, dan tampaknya tidak ada sinkronisasi, beberapa istilah yang dipakai juga tidak sama, misal Tempat Agung di buku pertama menjadi Loka Agung di buku kedua, dll.

Covernya, lumayan suka. Sederhana dan pas dengan isi bukunya. Artisitik pula. Seep.

Satu lagi, sepanjang buku pertama dan kedua, Naia selalu dideskripsikan "kulitnya sewarna asap dan matanya seperti sungai Nil yang meluap" (atau membanjir) - *iya ini lebay bingits, dan deskripsi ini berulang-ulang-ulang lho*. Tapi tiba-tiba di hal 278, deskripsi Naia berubah warna menjadi "kulitnya sewarna abu...", dst.
Ehhmm... itu... kulit berwarna abu, seperti apakah? Jangan-jangan Naia sudah jadi zombie ala Walking Dead  #eaaakk
*digetok Semerket pake tombak* ;))




https://www.goodreads.com/review/show/1624964723

1 komentar:

  1. wow info yang keren kak.. kalau ingin tahu tentang cara membuat website yukk disini saja.. terimakasih..

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

My Recent Pages

Recent Posts Widget